REMBANG, Lingkar.news – Pabrik PT Semen Gresik yang berlokasi di Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang, secara resmi menghentikan seluruh aktivitas produksinya mulai Minggu, 1 Juni 2025. Penghentian operasional pabrik merupakan imbas konflik akses jalan dengan Pemerintah Desa (Pemdes) Tegaldowo yang belum menemukan titik temu.
Sengketa tersebut masih bergulir di jalur hukum. Meski Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memutuskan kemenangan untuk Pemdes Tegaldowo, perkara ini belum selesai lantaran masih menunggu keputusan kasasi dari Mahkamah Agung.
Ketua DPRD Rembang, Abdul Rouf, menyatakan keprihatinannya terhadap situasi tersebut. Ia menyoroti potensi kerugian daerah akibat mandeknya aktivitas pabrik semen.
“Salah satu (sumber) pendapatan asli daerah (PAD) Rembang harus terancam lenyap,” ujar Rouf pada Kamis, 5 Juni 2025.
Menurutnya, persoalan tersebut berakar dari dugaan pengurangan dana tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) oleh pihak pabrik semen, sehingga berbuntut pada blokade jalan tambang oleh pihak Pemdes Tegaldowo.
Rouf menilai persoalan tersebut ibarat benang kusut yang harus diurai dengan kearifan.
Meski demikian, Rouf menyebutkan bahwa DPRD Rembang belum menerima informasi resmi dari pihak perusahaan mengenai penghentian kegiatan produksi.
Lebih lanjut, Rouf juga menekankan pentingnya mempertimbangkan dampak luas penghentian operasional pabrik semen yang telah beroperasi lebih dari satu dekade dan telah memberikan kontribusi signifikan bagi daerah.
“Jika dipaksa untuk berhenti beroperasi, tentu akan menelan biaya dan waktu yang tidak sedikit dalam proses transisinya, berbeda halnya dengan perseorangan,” katanya.
Ia mengajak semua pihak, baik Pemdes Tegaldowo, PT Semen Gresik, maupun pemangku kepentingan lainnya, untuk duduk bersama dan mencari solusi terkait persoalan tersebut.
“Marilah kita mencari jalan tengah, bukan saling menuduh siapa yang benar dan siapa yang salah,” ucapnya.
Rouf juga menyinggung soal pentingnya kepatuhan dalam penggunaan aset desa, baik melalui mekanisme sewa maupun sistem lain, demi terwujudnya kejelasan dan kepastian hukum.
Ia mengungkapkan bahwa pada periode pemerintahan sebelumnya, DPRD Rembang pernah memfasilitasi pertemuan antara pihak perusahaan dan pemerintah desa, namun hingga kini belum ada upaya lanjutan untuk membuka ruang dialog serupa.
“Secara pribadi, saya tidak berani berkomentar banyak karena memang belum pernah dilibatkan atau dimintai pendapat secara langsung,” pungkasnya.