JAKARTA, Lingkar.news – Hakim Konstitusi sekaligus Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Enny Nurbaningsih menegaskan putusan gugatan uji materi yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tidak menghapus ambang batas parlemen (parliamentary threshold) empat persen.
Enny menjelaskan, MK dalam amar putusan-nya, meminta pembentuk undang-undang untuk mengatur ulang besaran angka dan persentase ambang batas parlemen dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu agar lebih rasional.
“Putusan 116/PUU-XXI/2023 tidak meniadakan threshold, sebagaimana dapat dibaca dari amar putusan bahwa threshold dan besaran angka persentase-nya diserahkan ke pembentuk undang-undang untuk menentukan threshold yang rasional,” ucap Enny di Jakarta, Jumat, 1 Maret 2024.
Terkait aturan ambang batas parlemen, Mahkamah Konstitusi memberi lima poin panduan bagi pembentuk undang-undang dalam menyusun ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang baru untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan seterusnya.
“Mahkamah berpendapat berkenaan dengan ambang batas parlemen sebagaimana ditentukan norma Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang 7/2017 (tentang Pemilu) perlu segera dilakukan perubahan dengan memerhatikan secara sungguh-sungguh beberapa hal,” demikian bunyi pertimbangan hukum MK yang dikutip dari salinan Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023, Jumat, 1 Maret 2024.
Pada poin pertama, MK menyatakan ambang batas parlemen harus didesain untuk digunakan secara berkelanjutan. Kedua, perubahan norma ambang batas parlemen tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.
“Ketiga Perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik; Empat, perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029,” urai MK.
MK: Penghapusan Parliamentary Threshold 4 Persen Berlaku Mulai 2029
Adapun poin kelima adalah perubahan ambang batas parlemen melibatkan semua kalangan yang memperhatikan penyelenggaraan pemilu dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna, termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan dalam sidang pleno MK yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis, 29 Februari 2024.
Amar putusan MK menyatakan pasal tersebut konstitusional untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya, sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen.
MK Hapus Threshold 4 Persen, PPP: Tak Ada Suara Rakyat Terbuang
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan tidak menemukan dasar rasionalitas dalam penetapan besaran angka atau persentase ambang batas parlemen, termasuk metode dan argumen yang digunakan dalam menentukan ambang batas parlemen empat persen.
Mahkamah menyebut penentuan besaran angka atau persentase ambang batas parlemen yang tidak rasional itu telah menimbulkan disproporsionalitas antara suara pemilih dengan jumlah partai politik di DPR, sehingga melanggar hak konstitusional pemilih.
Diketahui, Perludem mengajukan permohonan uji materi agar frasa “paling sedikit empat persen dari jumlah suara sah secara nasional” pada Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI 1945.
Perludem meminta norma pasal tersebut dimaknai menjadi “Partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara efektif secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR dengan ketentuan: a. Bilangan 75 persen dibagi dengan rata-rata besaran daerah pemilihan, ditambah satu, dan di kali dengan akar jumlah daerah pemilihan; b. Dalam hal hasil bagi besaran ambang parlemen sebagaimana dimaksud huruf a menghasilkan bilangan desimal, dilakukan pembulatan”.
MK menyatakan bahwa konstitusionalitas yang dipersoalkan Perludem perihal tata cara penentuan ambang batas parlemen telah dapat dibuktikan. Namun, MK tidak dapat mengabulkan permohonan pemaknaan ulang norma pasal tersebut karena itu merupakan bagian dari kebijakan pembentuk undang-undang. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)