JAKARTA, Lingkar.news – Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mengusulkan agar batas maksimal pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pekerja yang sebelumnya H-7 Hari Raya Idul Fitri, diubah menjadi 14 hari sebelum Hari Raya Idul Fitri.
Aturan terkait THR sudah tertuang dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016.
Dalam aturan ini, telah dituliskan ketentuan pekerja mendapatkan THR. Misalnya terkait batas waktu maksimal pemberian THR dan besaran THR itu sendiri.
Namun, menurut Legislator dari Dapil Jawa Tengah III ini, dalam aturan pemberian THR ada yang harus direvisi yaitu terkait batas waktu maksimal pemberian THR.
“Saya mengusulkan batas maksimal pemberian THR adalah 14 hari sebelum hari raya,” kata Politisi PDI Perjuangan ini.
Alasannya, kata Edy, Indonesia memiliki kebiasaan mudik ke kampung halaman. Sementara harga tiket angkutan umum meroket saat ini. Dengan adanya THR ini, maka akan membantu pekerja untuk mencukupi kebutuhan mudiknya.
“Ini bermanfaat juga untuk perputaran ekonomi. Jadi selama perjalanan dan di kampung punya uang untuk dibelanjakan,” imbuhnya.
Selain itu, durasi 7 hari sebelum hari raya terlalu mepet untuk menyelesaikan sengketa. Acap kali ada pengusaha yang tidak sesuai dalam memberikan THR sehingga merugikan pekerja.
7 hari sebelum hari raya, biasanya mendekati cuti bersama dan ketika ada sengketa rawan diselesaikan setelah Lebaran.
Oleh sebab itu, Edy Wuryanto mengusulkan batas maksimal pemberian THR adalah 14 hari sebelum hari raya.
“Sehingga ketika ada sengketa, pengawas tenaga kerja punya waktu yang lebih panjang. Harapannya THR akan diberikan sebelum Lebaran,” ujarnya.
Hal lainnya yang perlu menjadi perhatian adalah modus nakal pengusaha. Edy mencontohkan masih ada perusahaan yang mencicil THR.
Selain itu ada juga yang memecat pekerjanya sebelum hari raya lalu tidak membayarkan hak pekerjanya. Padahal pekerja tersebut sudah bekerja di perusahaan dengan lama kerja yang sudah masuk syarat mendapatkan THR.
Alasannya si pekerja sudah tidak berkontribusi lagi di kantor sehingga tidak mendapatkan THR.
“Masalah ini tiap tahun ada saja. Dibukanya posko aduan oleh Kemenaker dan pemerintah daerah sudah baik. Namun kalau masih terjadi, perlu ditanyakan bagaimana penindakan hukumnya?,” ungkap Edy.
Edy mendorong evaluasi terus dijalankan. Menurutnya, perusahaan yang sebelumnya diketahui nakal harus diawasi dengan diterjunkan pengawas tenaga kerja.
“Aturan denda 5 persen dari kewajiban THR yang harus dibayarkan sesuai Pasal 10 Permenaker Nomor 6/2016 juga harus dijalankan. Harus dipastikan dibayarkan agar menjadi efek jera,” ujarnya.
Diketahui, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah telah mengeluarkan surat edaran dengan Nomor SE Surat Edaran (SE) Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan 2024 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Surat ini dikeluarkan pada Senin lalu, 18 Maret 2024. (Lingkar Network | Hms – Lingkar.news)