Meski Pemilu Usai, Caleg Bisa Dipidana, Ini Alasannya

Meski Pemilu Usai, Caleg Bisa Dipidana, Ini Alasannya

Ilustrasi Alat Peraga Kampanye (APK) yang dicopot Bawaslu/lingkar.news

Lingkar.news – Indonesia baru saja melalui babak besar dalam perhelatan demokrasi, yakni pemilihan umum serentak pada tanggal 14 Februari 2024. Proses ini mencakup pemilihan legislatif, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta pemilihan presiden dan wakil presiden. Namun, sebelum masyarakat menuju bilik suara untuk menyalurkan suara mereka, ada tahapan penting yang disebut sebagai masa tenang.

Masa tenang ini adalah periode di mana segala bentuk kampanye dilarang. Termasuk di dalamnya adalah penggunaan Alat Peraga Kampanye (APK), yang sering berupa spanduk, baliho, atau atribut lain yang digunakan untuk mempromosikan partai politik atau calon tertentu. Masa tenang ini penting untuk memberikan kesempatan yang adil bagi semua peserta pemilu dan memastikan bahwa masyarakat bisa membuat keputusan secara tenang dan rasional tanpa terpengaruh oleh kampanye politik yang intens.

Untuk menjaga sterilisasi masa tenang ini, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki peran penting. Mereka bertugas untuk mencopot semua APK yang terpasang di ruang publik. Ini bukan tugas yang mudah, mengingat jumlah APK yang tersebar luas di berbagai sudut kota dan desa di seluruh Indonesia. Namun, melalui upaya yang keras dan kerja sama dengan berbagai pihak, Bawaslu berusaha untuk menjaga masa tenang ini tetap steril dari segala bentuk kampanye.

Setelah masa tenang berakhir, pekerjaan Bawaslu belum selesai. Mereka kemudian mengumpulkan semua APK yang telah mereka copot dan menghitung jumlahnya untuk setiap partai politik. Langkah ini bukan hanya sekadar menghitung berapa banyak APK yang terpasang, tetapi juga mengkonversi jumlah tersebut ke dalam nilai uang, dengan asumsi bahwa nilai moneter dari APK tersebut mencerminkan sejumlah dana yang telah digunakan untuk kampanye oleh partai politik atau calon.

Ini menjadi langkah penting karena dalam undang-undang pemilu, setiap partai politik atau calon diwajibkan untuk melaporkan dana kampanye mereka secara transparan. Jika nilai dari APK yang terpasang melebihi dana kampanye yang dilaporkan, hal ini bisa menimbulkan pertanyaan serius tentang sumber dan penggunaan dana yang tidak terlaporkan secara sah. Dalam situasi seperti ini, undang-undang memberikan dasar bagi Bawaslu untuk mengambil tindakan hukum, termasuk pidana, terhadap partai politik atau calon yang terlibat.

Undang-undangan yang mengatur biaya APK ini termaktub dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 18 Tahun 2023 pasal 16 ayat 4, kemudian dijelaskan lebih lanjut pada ayat 5.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut di atas, ada laporan kejadian di lapangan. Misalnya, Bawaslu Kota Serang Provinsi Banten selama masa tenang telah mencopot sebanyak 11.542 Alat Peraga Kampanye. Komisioner Bawaslu Kota Serang Fierly Murdlyiat Mabruri, kepada awak media seperti dilaporkan reporter di lapangan (17/2), mengatakan bahwa tujuan penertiban APK ini ada kaitannya dengan pelaporan dana kampanye para peserta pemilu ke Laporan Pemberi Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK), termasuk berapa besaran untuk membuat APK. (ip-lingkar.news)

Exit mobile version