YOGYAKARTA, Lingkar.news – Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak akan memengaruhi biaya operasional moda transportasi umum bus Trans Jogja. Hal itu dipastikan oleh Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Ni Made Dwipanti Indrayanti pada Selasa, 6 September 2022.
“Prinsipnya kebijakan kami tidak ada kenaikan tarif (Trans Jogja),” ujarnya.
Dishub DIY memilih kebijakan untuk mengurangi jam layanan guna menghindari peningkatan biaya operasional peningkatan biaya operasional akibat kenaikan harga BBM.
Rencana pengurangan jam layanan itu, kata dia, masih akan dikomunikasikan dengan PT Anindya Mitra International (AMI) selaku operator Trans Jogja. Meski demikian, pengurangan jam layanan tidak dilakukan di seluruh jalur Trans Jogja.
“Kita ‘kan punya 17 jalur, tidak semua jalur itu ramai. Nanti kita lihat nih mana yang bisa kita kurangi layanannya dulu,” lanjutnya.
Untuk merealisasikan kebijakan itu, Dishub DIY bersama operator Trans Jogja masih akan mengkaji jam layanan serta rata-rata okupansi bus pada jalur-jalur yang ada.
“Kita tidak akan juga mengurangi jalur yang sepi yang jaraknya jauh, tidak seperti itu. Jika dikurangi penumpang nanti malah menunggunya lama.”
Sementara itu, Direktur Utama AMI, Diah Puspitasari mengatakan penentuan tarif memang menjadi kewenangan Pemda DIY, dalam hal ini menjadi tugas pokok dan fungsi dari Dishub.
Hingga kini, tarif masih berlaku yakni Rp3.500 per orang, untuk pelajar Rp1.200, dan bagi yang berlangganan Rp2.700.
Pihaknya memastikan operasional bus Trans Jogja tidak terganggu meski tidak ada penyesuaian tarif di tengah kenaikan harga BBM.
“Nanti kalau misalnya ada hal-hal yang perlu disesuaikan, Dinas Perhubungan yang akan menghubungi kami. Jadi sebelum ada informasi itu kita jalan seperti biasa,” ucapnya.
Sebelumnya Organisasi Angkutan Darat (Organda) DIY memutuskan menaikkan tarif angkutan umum nonekonomi di DIY sebesar 18 hingga 22 persen menyusul kenaikan harga BBM.
Kenaikan tarif itu berlaku untuk angkutan Antar-Kota Antar-Provinsi (AKAP), Antar-Kota Dalam Provinsi (AKDP), serta angkutan pariwisata. Sedangkan untuk taksi masih menunggu SK Gubernur DIY.
“Kami juga melihat kemampuan masyarakat. Saya rasa masyarakat masih mampu membeli jasa kami dan kami bisa mengoperasikan kendaraan dan semua karyawan kami,” kata Ketua Organda DIY Hantoro. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)