JAKARTA, Lingkar.news – Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengkritisi salah satu program Kementerian Sosial terkait sekolah rakyat seperti pada era Presiden Soeharto.
Dalam rapat kerja DPR RI dengan Kementerian Sosial pada Kamis, 6 Februari 2025 Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menyebutkan telah mempunyai konsep awal dan dalam proses pematangan program sekolah rakyat. Program itu ditujukan untuk memberikan kesempatan kepada anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem untuk menjadi anak-anak yang lebih terdidik dengan out put-nya bisa menjadi agen-agen perubahan.
Program sekolah rakyat itu mengingat angka putus sekolah di Indonesia tinggi atau ada peningkatan pada tahun ajaran 2023/2024 menjadi 78.468 anak menurut data BPS tahun 2024. Kemudian bersasarkan data Susenas 2021 76 persen keluarga anak putus sekolah itu karena alasan ekonomi, dan 8,67 persen lainnya karena anak harus mencari nafkah dan masalah keluarga.
“Kami memiliki sarana prasarana yang cukup siap untuk menyelenggarakan sekolah rakyat. Sekolah yang berasrama, sekolah unggulan bagi keluarga miskin dan miskin ekstrem, yaitu di Sentra Pangudi luhur di Bekasi,” terang Mensos menyampaikan fokus kerja Kemensos 2025.
Anggota Komisi VIII DPR RI fraksi PDIP, I Ketut Kariyasa Adnyana, merespons terkait program sekolah rakyat itu. Dia menyebutkan bahwa program sekolah rakyat perlu tinjauan baik berkaitan anggaran maupun mekanismenya.
“Kami yakin Pak Menteri menginginkan sesuatu yang bagus, tetapi jangan sampai tumpang tindih dengan Kementerian Pendidikan,” ujarnya.
Ketut juga menyoroti terkait pemerataan jika program sekolah rakyat direalisasaikan, sebab di seluruh Indonesia hampir semua ada warga dengan kategori miskin dan miskin ekstrem.
“Kemudian kalau dibangun, dimana dibangunnya. Kalau contohnya hanya satu provinsi atau beberapa kabupaten, di seluruh Indonesia itu hampir sama semua ada angka kemiskinan. Sehingga ini harus dibangun sama rata karena kalau hanya dibangun satu dua daerah marah juga nanti dari kabupaten yang lain,” tuturnya.
Oleh karena itu Ketut menegaskan agar Kemensos berhati-hati dalam pelaksanaan program sekolah rakyat karena hubungannya dengan anggaran.
“Sehingga kalau ini bukan menjadi bagian prioritas Kemensos, diserahkan saja ke Kementerian Pendidikan karena di sana untuk program-program putus sekolah itu kan ada beasiswa, PIP, beasiswa-beasiswa dan sebagainya,” tandasnya.
Sebelumnya dalam acara sarasehan Harlah NU di Jakarta pada Selasa, 3 Februari 2025 Mensos juga menyinggung bahwa konsep sekolah rakyat terdapat asrama yang diperkirakan dapat menampung hingga ratusan siswa.
“Ini adalah sekolah berasrama, sekolah unggulan untuk keluarga yang miskin atau miskin ekstrem, atau lebih tepatnya mungkin mereka yang berpenghasilan rendah. Untuk kapasitas, sedang kita diskusikan, sedang kita hitung semuanya ini, bisa 100, 200, atau 300, tergantung nanti hasil diskusi kita,” ungkapnya.
Ia juyga menyebutkan dalam waktu dekat, Sentra Terpadu Pangudi Luhur (STPL) di Kota Bekasi, Jawa Barat akan dimanfaatkan menjadi salah satu percontohan sekolah rakyat.
“Kalau yang di Bekasi, di Sentra Terpadu Pangudi Luhur itu kan asalnya dua sentra dijadikan satu, jadi nanti kita pisah, sarana prasarananya lengkap untuk olahraga ada, penginapan siswa juga ada, untuk sekolah juga udah ada, jadi sudah relatif lengkap, tinggal kami akan laporkan ke Presiden dalam waktu yang tidak terlalu lama,” katanya. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)