Biaya UKT Mahal, DPR: Bisa Galang Dana Pendidikan dari Potensi Bisnis Daerah

Anggota Komisi X DPR RI Djohar Arifin Husin. (Antara/Lingkar.news)

Anggota Komisi X DPR RI Djohar Arifin Husin. (Antara/Lingkar.news)

JAKARTA, Lingkar.news Polemik kenaikan biaya uang kuliah tunggal (UKT) di Indonesia mendapat banyak kritikan dari masyarakat. Anggota Komisi X DPR RI Djohar Arifin Husin menilai biaya UKT di Indonesia sepatutnya gratis, sebagaimana amanat dari konstitusi.

“Kalau perlu, mahasiswanya gratis, sesuai dengan konstitusi kita,” kata Djohar dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Panitia Kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR dengan sejumlah eks menteri pendidikan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 2 Juli 2024.

Pendapat Djohar itu sebagaimana yang termuat dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia (NRI) 1945, disebutkan bahwa salah satu tujuan kehadiran negara adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Lalu, Pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945 juga mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar serta menjamin tersedianya anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN.

Mahasiswa Menjerit Biaya PTN Tinggi, Pemerintah Diminta Selesaikan Masalah UKT

Sejalan dengan amanat itu, Djohar menilai tidak sepatutnya pemerintah dan pihak perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi negeri membebankan biaya UKT kepada mahasiswa. Sebaiknya, menurut dia, perguruan tinggi negeri memiliki tim penggalang dana (fundraising team) yang bertugas mencari dana penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi.

Dana yang digalang dapat diperoleh melalui pengembangan potensi bisnis yang ada di daerah, seperti bisnis tambang.

“Banyak sekali hal yang bisa diambil dari daerah sendiri untuk mendapatkan uang. Jangan diambil dari mahasiswa,” tuturnya.

Komisi X DPR RI Singgung Kemendikbud sebagai Pengatur Biaya Pendidikan

Hal senada telah disampaikan Djohar dalam rapat Panja Pembiayaan Pendidikan, Kamis, 27 Juni 2024. Dia menyampaikan harapannya agar perguruan-perguruan tinggi memiliki dan menjalankan bisnis demi meringankan biaya pendidikan para mahasiswanya.

“Saya harapkan semua perguruan tinggi. Jadi ada tim yang mengurus pendidikan ada, yang ngurus bisnis ada. Jadi, uang kuliah tidak dibebankan ke mahasiswa karena ini melanggar konstitusi. Tidak boleh,” terangnya.

Ia mencontohkan, perguruan tinggi dapat menjalankan bisnis sawit ataupun tambang. Meskipun begitu, ia pun mengakui diperlukan peraturan yang memperkuat posisi perguruan tinggi untuk menjalankan berbagai bisnis.

“Kita punya tanah, sawit, kok, dikasih ke orang. UNRI (Universitas Riau)  tidak punya satu hektare pun kebun sawit, padahal di sekelilingnya kebun sawit. Ada tambang batu bara, emas, nikel, kok, perguruan tinggi negeri enggak ngambil ini. Harus kita siapkan peraturan untuk ini,” ucap dia. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)

Exit mobile version