Gubernur Jateng 2025—2030 Bakal Hadapi Tantangan Kemiskinan Ekstrem

Gubernur Jateng 2025—2030 Bakal Hadapi Tantangan Kemiskinan Ekstrem

Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah terpilih Pilkada 2024. (KPU Jateng/Lingkar.news)

SEMARANG, Lingkar.news Pengamat Kebijakan Publik Universitas Diponegoro, Puji Astuti, sebut Gubernur Jawa Tengah periode 2025—2030 bakal menghadapi tantangan persoalan kemiskinan ekstrem.

Menurutnya, penanganan kemiskinan ekstrem merupakan pekerjaan rumah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang harus diselesaikan dengan saksama.

“Jadi kalau saat ini infrastruktur sudah jauh lebih bagus, dan anggaran sepertinya sudah terbatas untuk itu, maka harus ada skala prioritas yang harus didahulukan,” ujar Puji saat diwawancara di Kota Semarang pada Rabu, 15 Januari 2025.

17 Kabupaten di Jateng Masih Miskin Ekstrem, Ini Daftarnya

Puji berpendapat bahwa sektor pertanian dapat menjadi solusi untuk meningkatkan ekonomi di Jateng mengingat mayoritas penduduknnya berprofesi sebagai petani.

“Jadi PR-nya bagaimana pemerintah menjadikan petani ini pekerjaan yang terhormat, yaitu menaikan derajat ekonominya. Saat ini masih ada persoalan seperti pupuk yang dikuasai oleh pemodal tertentu, itu harus segera dibereskan,” ujarnya. 

Selain itu dari sisi masyarakat pesisir, Puji menyebut masih banyak nelayan dan warga pesisir yang hidup dalam garis kemiskinan.

“Nelayan itu termasuk yang miskin secara struktural, karena apa, mereka harus bersaing dengan para pemodal dan pemilik kapal yang lebih besar,” tuturnya. 

Masuk Kategori Miskin Ekstrem, UMK Rembang Dinilai Tidak Layak

Oleh karena itu Gubernur Jateng 2025—2030 harus bisa menggandeng dan memberdayakan para nelayan.

“Jadi bisa saja Pak Lutfi kedepan menggandeng para nelayan supaya tidak sepenuhnya bergantung pada laut, untuk melakukan inovasi perikanan di darat, dan lautnya bisa jadi lebih sehat, dan nelayan punya pilihan untuk mengidupinya,” bebernya. 

Dirinya juga menyinggung peran daerah dalam akselerasi program nasional, seperti swasembada pangan. Menurutnya, gubernur memiliki peran tidak hanya sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pusat, tetapi juga mempunyai hak otonomi daerah. 

“Memang sebagai alat dari pemerintah pusat tidak boleh melawan perintah, tetapi sebagai kepala daerah yang mempunyai hak otonomi, maka juga harus mengembangkan apa yang menjadi prioritas daerah,” jelasnya. 

Sehingga menurutnya dalam menghadapi tantangan daerah, kepala daerah dapat bekerja sama dan berkolaborasi dengan berbagai sektor. 

“Nanti bisa kolaborasi sama perguruan tinggi, lalu wartawan untuk mencari isu misalnya, jadi harus sama-sama,” pungkasnya. (Lingkar Network | Syahril Muadz – Lingkar.news)

Exit mobile version