BOGOR, Lingkar.news – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyampaikan kekebalan terhadap cacar monyet atau Monkey Pox (Mpox) masyarakat Indonesia bisa terbentuk jika sudah mendapatkan vaksin cacar meski tidak persis.
Budi juga menjelaskan tidak melakukan vaksinasi secara masif karena mayoritas masyarakat Indonesia sudah melakukan vaksinasi cacar.
“Mengapa kita tidak secara masif meminta masyarakat divaksinasi? Karena yang pertama, hampir semua orang Indonesia sudah vaksinasi cacar dulu, jadi kekebalannya sudah ada walaupun enggak persis sama,” ujar Menkes usai meresmikan fasilitas produksi vaksin PT Biotis di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu, 12 September 2024.
Selain itu penularan Mpox jauh berbeda dengan Covid-19 sehingga vaksinasi secara masif ini belum diterapkan.
“Mpox itu kan menularnya sangat spesifik, mirip dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Jadi seharusnya penularannya jauh berbeda dengan COVID-19,” ujar Menkes.
Impor Vaksin Mpox, Menkes Prioritaskan Kelompok Berisiko Tinggi
Sebelumnya Menkes Budi juga menyatakan vaksin cacar monyet masih menyasar kelompok tertentu, seperti penderita HIV. Saat ini vaksin cacar monyet sudah ada dua jenis dari Denmark, Eropa, serta Jepang, untuk menyasar kelompok-kelompok tertentu karena penularannya sangat spesifik.
“Vaksin Mpox kita berikan, Mpox itu enggak menular, di situ-situ saja, jarang. Itu biasanya ke kelompok tertentu kayak HIV. Jadi, yang kita vaksin di kelompok itu-itu saja, dan yang swasta (rumah sakit) nanti kita juga sebarkan,” terangnya.
Tiga Kasus Terduga Cacar Monyet Terdeteksi di Jakbar, Dua Orang Jalani Karantina
Menurut Budi hingga saat ini stok vaksin cacar monyet masih aman. Kendati begitu ia mengimbau masyarakat untuk terus menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Sementara itu Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengingatkan penerapan kembali disiplin protokol kesehatan guna mencegah cacar monyet.
Kepala Pusat Riset Kedokteran Preklinis dan Klinis BRIN, Harimat Hendrawan, memaparkan pencegahan cacar monyet dapat diupayakan dengan pemberian vaksin cacar, penggunaan pelindung pribadi, dan menghindari kontak dengan hewan yang terinfeksi atau lingkungan yang terkontaminasi.
“Prinsipnya kita harus kembali menegakkan disiplin protokol kesehatan untuk mencegah risiko penularan,” terangnya.
Adapun pengobatan umumnya bersifat suportif, dengan fokus pada pengelolaan gejala dan pencegahan infeksi sekunder. Beberapa terapi antiviral mungkin digunakan dalam kasus-kasus yang parah atau berisiko tinggi. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)