Pengamat Ekonomi Tawarkan Solusi Dampak Kenaikan Harga BBM

Pengamat Ekonomi Tawarkan Solusi Dampak Kenaikan Harga BBM

Sejumlah pengendara terlihat sedang antre di SPBU. (Istimewa/Lingkar.news)

JEMBER, Lingkar.news – Pengamat ekonomi dari Universitas Jember Adhitya Wardhono, PhD memaparkan sejumlah solusi  yang bisa dilakukan pemerintah berkaitan dengan dampak kenaikan harga BBM.

“BBM bersubsidi menyumbang lebih dari 80 persen pendapatan negara. Solusi yang mungkin bisa dilakukan adalah meningkatkan kualitas maupun kuantitas layanan transportasi publik dan mematok harga yang tidak terlalu mahal,” katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur pada Senin, 5 September 2022.

Menurutnya, hal itu juga bisa menjadi cara untuk menurunkan emisi karbon dan mengubah konsumsi BBM yang sangat tinggi serta pemerintah juga bisa menerapkan kebijakan batas kecepatan kendaraan dan lebih cepat melakukan elektronifikasi.

Ia mengatakan, alasan dasar pemerintah menaikkan harga BBM adalah demi pemenuhan prinsip keadilan, persamaan kesempatan dan inovasi, konversi subsidi menjadi peningkatan pelayanan publik, bantuan sosial, dan menghentikan pembengkakan subsidi BBM yang salah sasaran.

“Dalam jangka panjang, kenaikan harga BBM mungkin akan merangsang inovasi dan memaksa transisi untuk beralih pada energi alternatif yang lebih murah,” tuturnya.

Namun dalam jangka pendek, hak itu tentunya akan sangat berdampak terhadap masyarakat kelas bawah dan menengah yang bergantung pada transportasi dalam keseharian, sehingga akan berimbas pada penggerusan konsumsi.

“Pemerintah harus tetap memantau harga minyak dunia karena di tengah kondisi ketidakpastian global dan proyeksi ekonomi yang masih sangat dinamis. Pemerintah akan memberikan bantuan tunai kepada masyarakat miskin untuk meredam pukulan tersebut,” katanya.

Adhitya menjelaskan pemerintah masih optimistis bahwa penurunan daya beli masyarakat dan output dapat ditekan oleh kebijakan bantuan langsung tunai yang telah ditetapkan senilai Rp 24,17 triliun.

“Selain itu akan ada Bantuan Subsidi Upah (BSU) untuk 16 juta pekerja dan dengan kebijakan tersebut, dampak negatif akibat kenaikan harga BBM dapat diatasi dengan baik,” ucap pakar moneter Universitas Jember itu.

Ia menilai pemerintah juga yakin gejolak kenaikan harga BBM dapat ditekan dengan subsidi transportasi daerah yang diambilkan dari pengalihan 2 persen dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) yang ditujukan untuk pengemudi ojek dan nelayan hingga perlindungan sosial tambahan lainnya sebesar Rp 2,17 triliun.

“Ujian pemerintah atas program itu adalah lagi-lagi efektivitas penyaluran. Maksud baik atas program itu harus dibarengi dengan kemampuan penyaluran dan ketepatan sasaran,” ujarnya.

Menurutnya, kenaikan harga BBM pasti berdampak pada semua lapisan masyarakat dan sektor produksi, sehingga pemerintah harus fokus pada masyarakat yang tidak mampu sehingga langkah itu dapat memberikan perlindungan sosial yang lebih efektif kepada kelompok masyarakat rentan akibat kenaikan harga BBM meski dalam jangka pendek.

Dalam beberapa waktu terakhir, lanjutnya, harga minyak dunia menurun, akan tetapi pemerintah resmi menaikkan harga BBM. Pemerintah terpaksa mengambil langkah menaikkan harga BBM dan telah menghitung semua risiko yang ada.

“Asumsi ICP (Indonesian Crude Price) di bawah 90 dolar per barel, maka belanja subsidi energi akan tetap naik dari anggaran yang telah dialokasikan sebesar Rp 502,4 triliun,” katanya. (Lingkar Network | Anta – Koran Lingkar)

Exit mobile version