Mengenal Tunggu Batale, Tradisi Masyarakat Negeri Larike saat Ramadhan

Mengenal Tunggu Batale, Tradisi Masyarakat Negeri Larike saat Ramadhan

KEBERSAMAAN: Masyarakat Larike Kecamatan Leihitu Barat kabupaten Maluku Tengah, berkumpul di Masjid Raya Nurul Ikhlas menunggu bedug masjid bentuk tradisi budaya "tunggu batale" atau menunggu waktu berbuka puasa. (Antara/Lingkar.news)

AMBON, Lingkar.news Masyarakat Negeri Larike Kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah, terus merawat tradisi budaya “tunggu batale” atau menunggu waktu berbuka puasa saat bulan Ramadhan.

“Tradisi tunggu batale menantikan bunyi bedug menjadi momentum yang membahagiakan dan selalu dinantikan oleh masyarakat Negeri Larike, mulai dari anak kecil hingga orang dewasa di bulan Ramadhan, ” kata tokoh pemuda di Negeri Larike, Rizal Lausepa, pada Rabu, 13 Maret 2024.

Sore hari menjelang waktu berbuka puasa di depan masjid Nurul Ikhlas Negeri Larike, puluhan anak-anak dan remaja bermain, para orang tua bercerita sambil menunggu bedug masjid.

Tiba waktu Magrib, khatib menuju tifa (bedug) yang digantung di Masjid Raya Nurul Ikhlas Larike, kemudian bersholawat dan memukul bedug sebagai tanda siang berpindah ke malam atau waktu buka puasa telah tiba.

“Suara bedug mengundang sorak dan teriakan anak -anak serta orang dewasa mayoritas laki-laki. Sambil berteriak Batal e, batal e, mereka berlari menuju rumah masing-masing dengan penuh semangat untuk menikmati menu buka puasa yang telah disiapkan, ” jelasnya.

Ia menyatakan, budaya ini ada sejak jaman dulu dan menjadi waktu berharga bagi masyarakat Larike khususnya para perantau yang bertahun-tahun tidak merasakan kenikmatan tradisi tunggu batale di kampung halaman.

“Tradisi ini sudah ada sejak jaman dulu, dan terus kami lestarikan hingga saat ini, walaupun zaman berganti dan teknologi makin canggih, tetapi kami tetap merindukan tradisi tunggu batale, ” ujarnya.

Ia mengakui, tradisi tunggu batale jadi momen berkumpul bersama anak-anak, pemuda dan orang tua, bercerita dan berbagai hal bersama.

Tradisi ini lanjutnya, menjadi ritual yang selalu dinantikan, apalagi saat jauh dari kampung halaman tercinta.

“Duduk bersama menunggu waktu berbuka puasa jadi pengobat rindu juga, apalagi yang tinggal di perantauan,” kata Rizal. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)

Exit mobile version