JAKARTA, Lingkar.news – Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Ia menyebut hal itu membuka peluang bagi kakaknya yang sekaligus Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres.
“Mungkin memberi kesempatan juga buat Pak Wali Kota Solo buat nyawapres (Nyalon/mencalonkan Wakil Presiden),” ujar putra bungsu Presiden Joko Widodo itu di kantor DPP PSI di Jakarta Pusat, pada Selasa, 17 Oktober 2023.
Pada Senin, 17 Oktober 2023, MK mengabulkan sebagian gugatan terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah.
Putusan itu juga, menurut Kaesang, sangat bagus karena membuka kesempatan bagi para pemimpin daerah yang masih muda untuk menjadi pemimpin nasional, meski saat ini terbuka bagi kakaknya yang sekaligus Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka untuk berpeluang maju di Pilpres 2024.
“Bagus, bagus maksudnya juga dalam arti bagi kepala daerah yang umurnya masih di bawah 30. Kan ada beberapa kepala daerah yang bisa mencalonkan juga menjadi presiden dan wakil presiden ‘kan yang umur 25 bisa juga asal menjadi kepala daerah,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat dan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden hanya bisa diterapkan bila Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) direvisi.
Mahkamah Konstitusi Dinilai Berubah dalam Sekejap, Saldi: Putusan Jauh dari Nalar
“Ini hanya bisa diberlakukan ketika UU Pemilu direvisi karena MK bukan fungsi legislasi, maka keputusan MK ini tidak bisa berlaku otomatis sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011,” kata Junimart dalam keterangan yang diterima di Jakarta, pada Selasa, 17 Oktober 2023.
Untuk itu, dia mengatakan Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) selaku penyelenggara pemilu tidak bisa melakukan perubahan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) berkaitan dengan materi muatan “pernah atau sedang menjadi kepala daerah” sebelum UU Pemilu direvisi terlebih dahulu.
“Sebelum UU Pemilu diubah, siapa pun yang dimaksud dengan ‘sedang atau pernah menjadi kepala daerah’ selama usia belum mencapai 40 tahun tidak bisa didaftarkan ke KPU,” ujarnya.
Sebab, kata dia, MK tidak memiliki fungsi legislasi sehingga apa yang diputuskan tidak otomatis menjadi hukum, meski bersifat final dan mengikat (final and binding).
“Karena MK tidak memiliki fungsi legislasi, maka apa yang diputuskan tidak otomatis menjadi hukum. DPR dan bersama Pemerintah harus melakukan revisi UU Pemilu Presiden terlebih dahulu dengan memasukkan klausul ‘pernah atau sedang menjabat kepala daerah’,” tuturnya.
Junimart juga menilai MK telah menempatkan diri sebagai legislatif dalam memutus perkara uji materi UU Pemilu terkait syarat dan batas usia capres dan cawapres.
“Itu kan maunya mereka (MK memberlakukan putusan terkait pada Pemilu 2024), sesuai hukum MK sudah melakukan fungsi legislasi yang bukan kewenangan-nya. Pembuat UU adalah DPR bersama Pemerintah, bukan MK,” ujarnya.
Menurutnya, MK hanya berhak menyatakan apakah suatu undang-undang bertentangan dengan konstitusi atau tidak.
“Ketika MK mengambil materi muatan baru yang tidak tercantum dalam materi pokok UU yang sedang diuji, yakni ketentuan baru ‘pernah atau sedang menjawab sebagai kepala daerah’, maka itu Mahkamah telah melampaui kewenangannya atau ultra petita,” sebutnya.
Untuk diketahui, melalui putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, MK membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.
Gugatan itu terkait Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sedianya berbunyi, “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”.
Setelah putusan ini, seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun. (Lingkar Network | Ant – Koran Lingkar)