Jakarta, Lingkar.news – Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) mempertanyakan tata kelola informasi publik yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dalam persidangan perdana sengketa informasi.
“Saya tanda tanya besar, seribu tanda tanya nih terkait PPID-nya (Pejabat Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi) KPU gunanya apa? Karena PPID itu fungsinya memudahkan komunikasi,” kata Anggota Majelis Komisioner KIP Rospita Vici Paulyn di kawasan Petojo Selatan, Jakarta, Selasa (5/3).
Rospita menyebut surat permohonan informasi yang ditujukan ke PPID tidak perlu naik ke pimpinan KPU RI terlebih dahulu, yakni Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari karena informasi yang dimiliki KPU RI merupakan informasi terbuka.
“Enggak perlu naik ke pimpinan. Ini informasinya bisa langsung direspon dengan cepat. Saya enggak yakin tuh Ketua KPU RI stand by satu harian cuma buat ngurusin surat-menyurat. Itu gunanya PPID memudahkan proses ketika ada pemohon informasi,” ujarnya.
Walaupun demikian, dia mengatakan bahwa bila informasi yang diminta publik belum termasuk dalam daftar informasi publik maka dapat dikoordinasikan kepada pimpinan KPU RI.
“Kecuali informasinya mungkin belum masuk dalam daftar informasi publik, yang belum masuk dalam daftar informasi yang dikecualikan, sehingga ragu untuk menjawab, naik ke atasan,” katanya.
Senada dengan Rospita, Anggota Majelis Komisioner KIP Arya Sandhiyudha juga mengatakan bahwa tidak ada pengoptimalan fungsi PPID di KPU RI.
“Jadi, berarti tadi yang disebutkan oleh ibu anggota majelis, tidak ada fungsi yang optimal dalam PPID. Jadi, dia mau sampai ke ketua, mau ke mana, dan surat itu tadi disebutkan bukan kepada ketua. Nah ini yang sebenarnya jadi perhatian dari majelis,” kata Arya.
Adapun dalam sidang tersebut, sebanyak tiga register sengketa informasi diajukan oleh Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (YAKIN) sebagai pelapor kepada KPU RI sebagai terlapor.
Secara kronologis, pemohon telah mengajukan surat permohonan informasi pada 16 Februari 2024 yang ditujukan kepada Bagian Pengelola Informasi Publik KPU RI.
Kemudian, pemohon mengajukan keberatan melalui surat elektronik pada 22 Februari 2024. Sementara itu, keberatan pemohon teregister secara daring pada sistem ppid.kpu.go.id pada 22 Februari 2024.
Namun demikian, termohon tidak memberikan tanggapan atas surat keberatan tersebut sampai dengan batas waktu.
Oleh karena itu, pemohon mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi publik pada 28 Februari 2024 yang diterima dan diregister Kepaniteraan KIP pada 29 Februari 2024.
Sementara itu, sidang sengketa informasi meliputi permohonan informasi dengan nomor register 001/KIP-PSIP/II/2024, yang meminta informasi real count (hitung nyata) dalam bentuk data mentah seperti file .csv harian.
Berikutnya, permohonan informasi dengan nomor register 002/KIP-PSIP/II/2024, yang meminta informasi rincian infrastruktur teknologi informasi KPU terkait Pemilu 2024, meliputi topologi, server-server fisik, server-server cloud (penyimpanan awan) dan jaringan, lokasi setiap alat dan jaringan, hingga rincian alat-alat keamanan siber.
Pemohon juga meminta rincian layanan-layanan Alibaba Cloud yang digunakan, termasuk proses pengadaan layanan cloud dan kontrak antara KPU RI atau perwakilannya dengan Alibaba Cloud.
Terakhir, permohonan informasi dengan nomor register 003/KIP-PSIP/II/2024, yang meminta informasi data daftar pemilih tetap (DPT) dan data hasil pemilu yang meliputi suara total, suara sah, suara tidak sah secara mentah dan lengkap untuk Pilpres, Pileg, maupun Pilkada sejak 1999 sampai dengan tahun 2024. (rara-lingkar.news)