JAKARTA, Lingkar.news – Masyarakat dibuat geger atas cuitan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Denny Indrayana, yang mengklaim dapat bocoran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.
Hal itu dibantah dengan keras oleh Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (Jubir MK) Fajar Laksono. Dia menampik adanya dugaan kebocoran informasi putusan perkara Nomor: 114/PUU-XX/2022 terkait gugatan terhadap sistem proporsional terbuka pada UU Pemilu.
“Dibahas saja belum,” ungkap Fajar, pada Senin, 29 Mei 2023.
Fajar menjelaskan bahwa berdasarkan sidang pada Selasa, 23 Mei 2023, para pihak akan menyerahkan kesimpulan kepada majelis hakim konstitusi paling lambat pada 31 Mei 2023 pukul 11.00 WIB.
“Kalau putusan sudah siap, baru diagendakan sidang pengucapan putusan,” ucapnya.
Ia menegaskan bahwa hingga saat ini, putusan perkara Nomor: 114/PUU-XX/2022 belum memasuki tahap pembahasan. Penegasan tersebut sekaligus membantah adanya kebocoran informasi putusan terkait sistem pemilu di Indonesia.
MK Didesak Segera Putuskan Sistem Pemilu 2024 sebelum 26 Juni
Sementara itu, Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP) Juri Ardiantoro mengatakan pemerintah tidak akan mencampuri proses pembuatan putusan MK terkait dengan uji materi sistem pemilu legislatif (Pileg).
“Terkait dengan beredarnya banyak berita mengenai putusan MK, dari sisi pemerintah sudah jelas ya itu domain Mahkamah Konstitusi. Jadi sepanjang belum ada putusan yang dikeluarkan oleh MK, semuanya harus berpegang pada apa yang sekarang berlaku bahwa Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu masih belum ada perubahan apa-apa. Jadi kita tunggu saja MK seperti apa,” tuturnya.
Mantan Ketua KPU tersebut mengatakan dugaan kebocoran putusan yang disampaikan oleh Denny Indrayana itu juga membutuhkan investigasi tertentu.
“Dua hal ya, satu mengenai dugaan bocor putusan MK dan putusan itu sendiri. Mengenai kebocoran tentu MK punya standar bagaimana menyikapi beredarnya informasi putusan yang belum putus, apakah akan melakukan investigasi kemudian memberi treatment tertentu kepada pihak-pihak yang membocorkan, termasuk pihak-pihak yang mengamplifikasi mengenai isu bocornya putusan MK itu,” ujar Juri.
Diperdebatkan Jelang Pemilu 2024, Ini Perbedaan Sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup
Sedangkan terkait putusan itu sendiri, Juri kembali mengatakan untuk menunggu putusan resmi MK.
“Pemerintah akan konsisten untuk melaksanakan apa yang menjadi perintah MK atau perintah undang-undang. Pemerintah tidak bisa mengandai-andai, Pasti seluruh putusan MK sudah dipertimbangkan seperti apa konsekuensi dan dampaknya,” ungkap Juri. Sebelumnya, isu tersebut memanas setelah mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Denny Indrayana, mengklaim mendapat informasi soal putusan MK terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.
“Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja,” kata Denny lewat cuitan di akun Twitternya @dennyindranaya, pada Minggu, 28 Mei 2023.
Dalam cuitannya, Denny juga sempat menyinggung soal sumbernya di Mahkamah Konstitusi. Meski tidak menjawab dengan gamblang, Denny memastikan sumbernya bukan hakim konstitusi.
“Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi,” ujarnya.
Sebagai informasi, MK telah menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.
Keenam orang yang menjadi Pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).
Sebanyak delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI pun menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS. Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup, yakni PDI Perjuangan. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)