JAKARTA, Lingkar.news – Ketua DPR RI, Puan Maharani menyebut UU Pemasyarakatan dibentuk untuk mengakomodir perkembangan hukum dengan adanya pergeseran konsep perlakuan terhadap narapidana dengan pendekatan penjeraan menjadi tujuan reintegrasi sosial. Proses reintegrasi sosial yang diatur dalam UU Pemasyarakatan menitikberatkan pada terciptanya keadilan, keseimbangan, pemulihan hubungan, perlindungan hukum, dan jaminan terhadap hak asasi tahanan, anak, narapidana, anak binaan, korban, dan masyarakat.
Hal itu disampaikan Puan, Kamis (7/7), usai Rapat Paripurna DPR RI Ke-28 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022 di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (7/7). Adapun pengesahan UU Pemasyarakatan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI tersebut yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel. Turut hadir Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F. Paulus dan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Hadir pula Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly.
“Pemulihan hubungan dilakukan agar tahanan dan anak dapat dipulihkan martabatnya dalam masyarakat dan diterima kembali oleh masyarakat dan korban. UU Pemasyarakatan perlu dibentuk untuk mengakomodasi perkembangan hukum dengan adanya pergeseran konsep perlakuan terhadap narapidana dengan pendekatan penjeraan menjadi tujuan reintegrasi sosial,” ujar Politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan tersebut.
Puan menyatakan, UU tentang Pemasyarakatan mengedepankan upaya pembinaan untuk mengembalikan narapidana agar menyadari sepenuhnya kesalahan. Lewat UU Pemasyarakatan, diharapkan narapidana tidak lagi melakukan perbuatan yang melanggar hukum agar bisa kembali dan diterima masyarakat.
“Tentunya, UU Pemasyarakatan menjadi penguatan terhadap sistem pemasyarakatan yang sejauh ini telah mengalami berbagai perkembangan dan dinamika sebagai bagian dari pendukung sistem peradilan pidana,” tandasnya.
“UU Pemasyarakatan juga mengatur pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan berdasarkan asas pengayoman, non diskriminasi, kemanusiaan, gotong royong, kemandirian, proporsionalitas, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya derita, serta profesionalitas. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perbuatan yang merendahkan derajat martabat manusia,” tegas Legislator Dapil Jawa tengah V ini. (Lingkar Network | Lingkar.news)