JAKARTA, Lingkar.news – Anggota Komisi XIII DPR RI, Arisal Aziz, mengharapkan klaim biaya pengobatan dari BPJS Kesehatan semakin mudah untuk diakses oleh masyarakat.
“Saya sebagai anggota DPR, wakil rakyat, mengharapkan kepada BPJS jangan terlalu sulit untuk pengurusan klaim biaya pengobatan,” kata Arisal dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XIII bersama sejumlah pihak, seperti BPJS Kesehatan di Jakarta, Selasa, 18 Maret 2025.
Kondisi saat ini, menurut Arisal, masih terdapat masyarakat dari kalangan ekonomi menengah ke bawah yang kesulitan membiayai biaya pengobatan, meskipun mereka telah terdaftar sebagai peserta jaminan kesehatan. Menurutnya, pemerintah harus mempertanggungjawabkan hal ini.
“BPJS ini jangan dijadikan bisnis, ya. Harus mencari pula untung, ya, di dalam iuran ini. Jadi saya, ya, mengharapkan sekali kepada khisusnya BPJS Kesehatan apabila masyarakat itu sudah masuk, membayar iuran BPJS-nya, BPJS Kesehatan wajib membayarkan berapa pun biaya yang dibutuhkan kesehatannya,” ucap Arisal.
Dia juga meminta agar pengurusan layanan kesehatan BPJS Kesehatan tidak berbelit-belit agar tidak menyusahkan masyarakat.
Dirinya juga mengamati fenomena di lapangan, khususnya di daerah pemilihannya Sumatra Barat, terkait akses ambulans yang sulit karena masyarakat tidak mampu mengakomodir biaya transportasi kesehatan.
“Di Sumatra Barat untuk pengobatan memang dibiayai BPJS tetapi untuk transportnya tidak sanggup. Jadi harapan saya tolong BPJS juga menanggulangi tentang biaya ambulansnya. Ambulans itu sangat besar biayanya,” ungkapnya.
Sebelumnya dalam kesempatan yang sama, BPJS Kesehatan menyampaikan memerlukan dasar hukum yang jelas apabila badan tersebut diminta memberikan jaminan kesehatan kepada korban tindak pidana, seperti tindak penganiayaan, kekerasan seksual, dan tindak pidana lainnya.
“Kami memerlukan dasar hukum untuk bisa menjaminkan, seandainya ini memang benar-benar tidak dijamin oleh penjamin lain,” kata Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Lily Kresnowati.
Hal itu, kata Lily melanjutkan, sejalan dengan prinsip yang dikedepankan oleh BPJS Kesehatan, yakni prinsip mengutamakan akuntabilitas dan kehati-hatian dalam membayarkan biaya pelayanan kesehatan.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa diperlukan pula penetapan kriteria terkait dengan pemberian kompensasi atau jaminan kesehatan bagi korban tindak pidana. Menurut dia, pemerintah perlu memastikan pihak yang bertanggung jawab dalam pemberian kompensasi atau jaminan kesehatan kepada korban tindak pidana.
Diketahui, sejauh ini terdapat sejumlah regulasi yang mengatur mengenai pendanaan APBD korban tindak pidana kekerasan. Di antaranya adalah Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak dari Tindak Kekerasan. (Lingkar Network | Lingkar.news)