Depok, Lingkar.news – Aditya Perdana Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) mengungkapkan bahwa menjelang pendaftaran pencalonan Pilkada Serentak 2024 di akhir bulan Agustus, mencuat isu pembentukan skenario melawan kotak kosong atau dulu dikenal bumbung kosong.
“Skenario pembentukan kotak kosong ada di beberapa wilayah strategis seperti Sumatera Utara, Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur dan lainnya,” kata Aditya Perdana di Depok, Selasa (6/8).
Aditya Perdana menjelaskan, yang menjadi dasar dan motivasi para elite dalam membentuk skenario kotak kosong ini adalah: Pertama dari sisi regulasi, pembentukan koalisi dengan threshold tinggi tersebut memang menyulitkan calon-calon kepala daerah yang berpotensi dalam menggalang dukungan.
“Sehingga para calon dipaksa dalam skema yang telah dipersiapkan parpol menengah dan besar,” kata Aditya Perdana yang juga Direktur Eksekutif ALGORITMA Research and Consulting.
Kedua, Koalisi Indonesia Maju (KIM) berharap penuh akan terciptanya bangunan yang ideal antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah yang sejalan. Sehingga konstruksi pencalonan Pilkada adalah titik krusial untuk mendorong harapan yang dimaksud.
Kalau KIM berhasil melakukan hal ini di beberapa daerah strategis, tentu program-program pusat yang dipersiapkan dan diimplementasikan akan mudah dijalankan
Ketiga, pilihan calon tunggal dalam pilkada tentu merupakan perspektif parpol dan calon akan memiliki ongkos yang lebih murah. karena ruang kontestasi terbatas dan peluang kemenangan tinggi.
Keempat, namun jelas mengebiri partisipasi politik masyarakat dalam pencalonan ataupun malah membuat skeptis kepada masyarakat luas akan skema yang tidak jantan ini, calon tunggal berpotensi menang mutlak tanpa perlawanan yang keras.
serta malah mendorong gerakan publik yang bisa menguatkan posisi kotak kosong seperti cerita Pilkada Makassar tahun 2018 lalu.
Jadi, skema kotak kosong atau bumbung kosong juga jangan dianggap sesuatu hal yang mudah dilakukan, malah berpotensi destruktif bagi kondisi politik yang sebenarnya sudah cukup baik ini.
Kelima, menurut saya elite partai nasional yang menjadi bagian dari skema ini perlu perhitungan yang sangat serius dan matang dengan pertimbangan-pertimbangan dampak yang akan terjadi di daerah apabila hal ini sukses dilakukan. (rara-lingkar.news)