Lingkar.news – Kecamatan Lasem yang telah ditetapkan sebagai Kota Pusaka Indonesia terkenal dengan kerajinan batik tulisnya. Tantangan yang dihadapi saat yakni masih kurangnya anak muda yang mempelajari keterampilan membatik.
Namun, ada satu perempuan yang ternyata memiliki hobi membatik. Wanita itu bernama Mila Aulia Kusuma.
Mila sapaan akrabnya itu menganggap batik merupakan mahakarya dari para leluhur. Ketertarikannya terhadap kerajinan khas Rembang ini sudah sejak kecil.
“Buat saya batik sebuah mahakarya yang sangat luar biasa. Ya, seperti yang kita tahu bahwasanya batik merupakan warisan budaya dunia, kesenian asli Indonesia, dan merupakan karya seni yang bernilai tinggi. Jadi saya benar-benar menjadikan batik sebagai hobi saya sejak kecil,” ungkapnya saat ditemui di rumahnya yang berada di Desa Sendangasri, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang.
Menyukai dan mempelajari cara membatik membuatnya berani terjun langsung menjadi pengrajin batik tulis. Yang semula hanya sekedar hobi, kini sudah menjadi pekerjaannya.
Mila mulai belajar membatik sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Ia belajar membatik dari orang tuanya.
“Waktu itu hampir bisa dikatakan setiap ibu rumah tangga pada membatik. Bahkan, anak-anak kecil juga sangat tertarik buat belajar mencanting, salah satunya saya,” tutur gadis berusia 22 tahun itu.
Ketika mencoba mencanting pertama kali, ia merasa takut. Karena benar-benar melatih kesabaran untuk dapat menghasilkan goresan yang indah. Namun, akhirnya dirinya menjadi merasa tertantang untuk belajar nyanting.
“Saya nggak pernah lelah untuk terus mengasah keterampilan dalam mencanting. Karena ketika saya mencanting saya benar-benar merasakan happy. Bebas mengekspresikan apa yang saya inginkan,” ujarnya.
Dari tahun ke tahun rasa ingin tahunya terhadap batik semakin besar. Mulai sejarah dan belajar mengenal motif batik, bahkan belajar mengenal filosofinya.
Ia mengatakan bahwa dirinya sangat menyukai menggambar. Dirinya pun mencoba untuk membuat pola sendiri dengan menggunakan pensil di atas kain mori, kemudian baru dicanting.
Menurutnya, belajar membatik tidak bisa ditargetkan harus bisa dalam waktu singkat atau lama. Dirinya pun sampai saat ini pun masih harus belajar dari ibu-ibu sesepuh yang lebih profesional terhadap batik.
Selama belajar membatik, ia mengaku memiliki pengalaman yang tidak bisa dilakukan. Yaitu, ketika awal-awal belajar ia sering nyanting diam-diam saat ibunya tidur siang di mori sang ibu. Alhasil ketika ibunya bangun dan mengetahui ia selalu dimarahi.
“Ya, maklumlah ya anak kecil belum tau mana yang penting mana yang enggak. Nah, itu saya lakukan berulang kali bahkan setiap hari. Karena ibu lama-lama kesal mungkin ya, akhirnya saya dikasih baju warna putih dan dibeliin canting sendiri. Saya di suruh bikin batik sendiri di baju itu,” ceritanya sambil tertawa.
Lebih lanjut, dari skill membatik ini ternyata mengantarkannya meraih banyak penghargaan.
Ia mendapatkan penghargaan di bidang dunia batik sejak duduk di bangku SMP. Saat itu dirinya meraih juara 2 di ajang perlombaan video melalui tiktok batik lasem mendunia. (Lingkar Network | R. Teguh Wibowo – Koran Lingkar)