JAYAPURA, Lingkar.news – Kantor redaksi media Jubi di Wamena, Kota Jayapura diteror dengan ledakan bom molotov pada Rabu, 16 Oktober 2024.
Penyidik Polresta Jayapura Kota telah melakukan olah tempat kejadian perkara terkait ledakan yang terjadi di halaman kantor redaksi Jubi.
Wakapolresta Jayapura Kota, AKBP Denny Hendriana, mengatakan saat ini tim labfor Polda Papua melanjutkan penyelidikan terkait insiden tersebut.
Insiden peledakan yang terjadi di halaman kantor redaksi Jubi terjadi Rabu dini hari sekitar pukul 03.00 WIT. Dua unit kendaraan roda empat yang terparkir mengalami kerusakan akibat ledakan tersebut.
“Penyidik masih terus melakukan penyelidikan dan akan meminta keterangan dari saksi mata guna mengungkapnya termasuk ledakan yang menyebabkan dua unit kendaraan rusak,” jelas AKBP Denny.
Terpisah, Pimpinan Redaksi Jubi, Jean Bisay, mengakui insiden peledakan diketahui dua staf yang memang bertugas dan berada di kantor.
Setelah mendengar bunyi ledakan, kemudian kedua turun dan memadamkan api dibantu warga sekitarnya.
“Dua kendaraan yang rusak akibat terkena ledakan merupakan kendaraan operasional Jubi,” kata Jean Bisay.
Di sisi lain Wakil Ketua Bidang Advokasi PWI Papua, Ridwan Madubun, mengharapkan adanya kebebasan pers di Tanah Papua. Aksi teror bom molotov itu menurutnya adalah upaya yang merusak kebebasan pers di provinsi ini.
“Ini adalah bentuk intimidasi dan kekerasan terhadap pers, yaitu menyerang secara brutal sebuah kantor pers dengan niat untuk teror, intimidasi, menghancurkan, bahkan bisa saja mencederai pekerja pers yang berada di sana,” katanya di Sentani.
Menurut Ridwan, kejadian-kejadian seperti ini terus terulang, perlindungan hukum kepada media dan pekerja pers di Papua patut dipertanyakan.
“Kami mohon dengan hormat, kiranya pihak kepolisian agar dapat menangani hingga tuntas, selidiki kasusnya, tangkap pelakunya dan dijerat sesuai hukum yang berlaku, sehingga ada efek jera yang bisa membantu meminimalisasi terjadinya peristiwa serupa,” ujarnya.
Dia menjelaskan sejauh ini media belum sepenuhnya merasakan perlindungan hukum, masih banyak kasus dan kejadian serupa yang tidak sampai tuntas, bahkan pelakunya tidak diketahui hingga saat ini.
“Pekerja pers di Papua benar-benar tidak merasakan kebebasan pers dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya, ini sangat menyedihkan,” katanya.
Dia menambahkan di negara yang demokrasi ini, seharusnya perlindungan hukum bagi media dan pekerja pers dapat diterapkan dengan baik, karena kebebasan pers adalah salah satu indikator baik tidaknya demokrasi bangsa ini.
“Tentu saja kejadian-kejadian seperti ini berpengaruh buruk terhadap Indeks Kebebasan Pers di Papua yang pada tahun 2022 hingga 2023 menurun,” ujarnya. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)