MANOKWARI, Lingkar.news – Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan (BPKHTL) Wilayah XVII Manokwari menyarankan Pemerintah Provinsi Papua Barat merevisi rencana tata ruang wilayah (RTRW), sebagai dasar pengusulan penerbitan izin pertambangan rakyat.
Kepala BPKHTL Wilayah XVIII Manokwari, Monang P Hasibuan, mengatakan perubahan RTRW bermaksud untuk merealisasikan upaya alih status kawasan dari hutan lindung menjadi hutan produksi untuk pemanfaatan pertambangan rakyat.
Permohonan perubahan substansi penggunaan hutan diatur melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: 8 Tahun 2021 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi.
“RTRW terhadap kawasan hutannya diubah dulu supaya bisa dilakukan alih status,” kata Hasibuan, Kamis, 13 Juni 2024.
Usulan tersebut akan dikaji terlebih dahulu oleh tim terpadu yang melibatkan sejumlah komponen, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA), dan akademisi.
Setelah pengalihan status kawasan hutan disetujui, sambung Hasibuan, maka pemerintah pusat segera melimpahkan kewenangan pengelolaan kawasan dimaksud kepada pemerintah daerah melalui gubernur dengan batasan tertentu.
Hal itu disesuaikan dengan klasifikasi penggunaan kawasan hutan yang meliputi, pembangunan infrastruktur non-komersial kurang dari lima hektare, pertambangan rakyat perorangan seluas lima hektare, dan pertambangan rakyat berbadan hukum koperasi kurang dari 10 hektare.
“Jadi intinya itu RTRW provinsi yang diajukan pemerintah provinsi ke KLHK,” ungkapnya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kehutanan Papua Barat, Jimmy Susanto, menegaskan bahwa aktivitas pertambangan emas di wilayah Wariori, Distrik Masni, Manokwari, tidak memiliki izin karena lokasinya masuk dalam kawasan hutan lindung.
Pihaknya telah berupaya melakukan monitoring dan evaluasi kerusakan lingkungan sebagai dampak dari kegiatan pertambangan tanpa izin, namun masyarakat pemilik hak ulayat menolak dan memberikan perlawanan kepada tim yang diterjunkan ke lokasi dimaksud.
“Tahun 2023 tim kami sudah coba ke lapangan tetapi masyarakat menolak. Itu kendala terbesar dan kami tegaskan pertambangan tersebut tidak mengantongi izin yang sah,” ucapnya.
Menurut Jimmy, pemerintah kabupaten dan masyarakat pemilik hak ulayat di Papua Barat telah mengusulkan agar dapat dilakukan pengalihan status kawasan hutan lindung guna merealisasikan penerbitan izin pertambangan rakyat.
Usulan itu diakomodasi melalui dokumen RTRW Provinsi Papua Barat, namun persetujuan substansi pengalihan status kawasan hutan lindung menjadi kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Alih status kawasan hutan harus ada kajian dari tim terpadu kementerian. Kalau layak, maka dialihkan dari hutan lindung ke hutan produksi,” pungkasnya. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)