Sentani, Lingkar.news – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengharapkan masyarakat adat diajarkan tata kelola manajemen dalam pengelolaan program food estate atau pengembangan pangan secara terintegrasi.
Hal ini menyusul program nasional foodestate atau pembukaan lahan satu juta hektere di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan.
Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat RI Sulaeman L Hamzah di Sentani, Sabtu mengatakan program food estate di Indonesia yang digagas pemerintah tidak pernah berhasil atau gagal.
“Food estate di Kabupaten Keerom hasilnya seperti apa, bisa lihat sendiri atau dapat kami katakan gagal,” katanya.
Menurut Sulaeman, hal ini menggambarkan seluruh proyek strategis nasional yang tersebar hampir merata di seluruh tanah air ini rata-rata gagal.
“Bayangkan program ini menelan anggaran berapa besar, kerugian negara untuk mensukseskan program food estate dan tidak pernah berhasil,” ujarnya.
Dia menjelaskan dari kegagalan yang berjalan terkait program food estate kelemahan terbesarnya yakni tata kelola manajemen.
“Artinya apa, negara tidak memanfaatkan sumber daya manusia (SDM) yang ada di daerah tersebut atau dapat dikatakan seluruh aspek harus dilihat baik supaya tidak terjadi kegagalan ketika dibuka lahan satu juta di Merauke,” katanya.
Dia menambahkan satu juta hektare lahan yang akan dibuka di Merauke sangat baik untuk menjawab krisis pangan di Indonesia yang mulai “rapuh”.
“Kita tahu bersama ketergantungan Indonesia terhadap impor masih cukup tinggi, maka proyek food estate cukup baik namun harus memperhatikan tata kelola SDM masyarakat adat di daerah itu,” ujarnya.
Dia mengharapkan dari setiap kegagalan apakah negara mau memperbaiki guna menuju suatu perubahan yang baik.
“Kami sudah sering menyampaikan kepada pemerintah saat rapat resmi di Senayan untuk pemerintah dan DPR RI harus duduk bersama untuk mengevaluasi kegagalan kemarin sehingga satu juta di Merauke supaya tidak gagal lagi,” katanya.
Persoalan ooptimis untuk berhasil, kata Sulaeman, itu tergantung kepada pemerintah apakah ingin ada sebuah evaluasi supaya kegagalan tidak terulang kembali.
“Kita harus memperbaiki atau merubah tata kelola yang lebih baik lagi, apalagi di Papua masalah tanah menjadi persoalan tersendiri maka ini harus dibicarakan baik,” ujarnya. (rara-lingkar.news)