SENTANI, Lingkar.news – Rencana pemindahan benda arkeolog dari Bumi Cenderawasih ke Gedung Koleksi Hayati di Kawasan Cibinong Science Center, Cibinong, Jawa Barat menuai polemik.
Ketua Dewan Adat Papua, Dominikus Surabut, meminta agar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengkaji kembali rencana tersebut sebab rencana migrasi benda arkeolog ini telah memicu polemik dan kekhawatiran yang meluas di Tanah Papua, terutama di kalangan masyarakat adat Papua sebagai spesimen koleksi benda arkeolog Papua.
“Hal itu karena selama riset arkeolog di masa lalu tidak pernah ada perjanjian tertulis yang dibuat oleh pihak Balai Arkeolog Papua dengan masyarakat adat Papua terkait status kepemilikan dan penggunaan spesimen arkeolog tersebut,” ujar Dominikus di Sentani, Selasa, 17 September 2024.
Menurut Dominikus, benda-benda arkeolog Papua bagi masyarakat adat merupakan simbol religi dan identitas sejarah yang dipandang memiliki nilai spiritual. Karena itu, lanjutnya, menjadi hak milik kolektif dari masyarakat adat Papua.
“Kami seperti dilecehkan dan tidak dianggap sebagai pemilik atas benda arkeolog tersebut, masyarakat adat Papua selama ini selalu koperatif dengan pemerintah dalam upaya pemajuan budaya Papua,” ungkapnya.
Menurutnya jika BRIN melakukan tindakan seperti ini maka pihaknya akan mempertimbangkan kerja sama dengan pemerintah pada masa depan.
“Kami sudah mengirimkan surat kepada Kepala BRIN segera menghentikan rencana pemindahan itu karena masyarakat adat Papua menolak dengan tegas,” ucapnya.
Sementara itu Ketua I Dewan Adat Papua, Manfun Apolos Sroyer, mengatakan menginstruksikan kepada seluruh komunitas masyarakat adat Papua untuk mempertimbangkan kerja sama dengan pemerintah terkait riset dan studi arkeologi.
“Selama ini kami percaya mereka ingin memajukan budaya orang Papua, tetapi kenyataannya BRIN mau menghapus sejarah dan identitas orang Papua,” ujarnya.
Di sisi lain Kepala Organisasi Arkeolog Bahasa dan Sastra Brin Herry Jogaswara mengatakan pemindahan benda arkeolog Papua dilakukan untuk kepentingan riset dan perawatan.
“Tujuan kami supaya benda arkeolog Papua ini bisa lebih dirawat sehingga keberadaannya tetap terjaga serta benda-benda itu untuk keperluan penelitian,” ungkapnya. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)