Menakar Hak Angket di DPR RI: Prosedur, Keterbatasan, Landasan, dan Bisakah Batalkan Hasil Pemilu?

Menakar Hak Angket di DPR RI: Prosedur, Keterbatasan, Landasan, dan Bisakah Batalkan Hasil Pemilu?

Ilustrasi Rapat Anggota DPR RI di Gedung DPR

Jakarta, Lingkar.news – Hak Angket, adalah sebuah instrumen konstitusional yang dimiliki oleh DPR RI. Belakangan ini kembali menjadi perbincangan hangat menyusul dugaan kecurangan dalam pemilu serentak, khususnya dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang sampai tulisan ini dibuat masih dalam proses tahapan penghitungan atau rekapitulasi suara di tingkat daerah.

Isu yang bergulir kecurangan dalam pemilu tahun ini disebut sebagai Terstruktur, Sistematis, dan Massif (TSM), serta dugaan penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang.

Paslon nomor urut 02 menjadi pihak yang paling tertuduh oleh paslon lawan yakni paslon 01 dan paslon 03, karena paslon 02 dinilai sangat mungkin, bahkan beberapa pihak menyebut paslon 02 terbukti menggunakan fasilitas Negara dan kedudukannya dalam kampanye untuk kemenangan Pilpres.

Data komposisi kekuatan di DPR RI menunjukkan potensi penggunaan hak angket, di mana partai pengusung paslon 01 (Nasem 59 kursi, PKB 58 kursi, PKS 50 kursi) dan partai  pengusung paslon 03 (PDIP 128 kursi, PPP  19 kursi), total keseluruhan 314 kursi. Sementara partai pengusung paslon 02 (Golkar 85 kursi, Gerindra 78 kursi, Demokrat 54 kursi, PAN 44 kursi) total 261 kursi. Bila semua partai pengusung paslon 01 dan 03 solid maka hak angket sudah sah dilakukan.

Namun, seberapa mungkin hak angket akan digunakan, apa tahapannya, dan apakah dapat membatalkan hasil pemilu yang sah? Berikut ulasannya.

1. Prosedur Penggunaan Hak Angket:

Hak angket dapat digunakan apabila minimal 25% dari jumlah anggota DPR RI mendukung penggunaannya. Setelah dukungan terpenuhi, DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki isu yang menjadi objek hak angket. Pansus memiliki wewenang untuk memanggil pihak-pihak terkait, termasuk pejabat negara dan lembaga terkait, serta meminta pertanggungjawaban. Hasil penyelidikan Pansus dapat disampaikan dalam sidang paripurna DPR untuk pembahasan lebih lanjut.

2. Keterbatasan Penggunaan Hak Angket:

Hak angket tidak dapat digunakan secara sembarangan dan harus didasarkan pada alasan yang kuat serta objektif. Penggunaan hak angket tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan hasil pemilu yang sah. Hak angket hanya digunakan untuk menyelidiki isu-isu tertentu yang relevan dengan fungsi legislasi DPR. Pansus yang dibentuk juga terikat oleh prosedur dan aturan hukum yang mengatur penyelidikan.

3. Landasan Hukum Menurut UUD 1945:

Pasal 20A ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa DPR memiliki kewenangan mengadakan penyelidikan, termasuk melalui hak angket, atas suatu hal yang dianggap penting dan menjadi objek pengawasan. Namun, landasan hukum tersebut juga menegaskan bahwa hasil pemilu yang telah diselenggarakan sesuai dengan prosedur yang berlaku tidak dapat dibatalkan oleh hak angket. Dengan demikian, penggunaan hak angket dalam konteks dugaan kecurangan pemilu memerlukan kajian mendalam atas kekuatan bukti dan kejelasan isu yang diselidiki. Meskipun memiliki potensi penggunaan yang signifikan, hak angket tidak dapat digunakan untuk mengubah hasil pemilu yang sah. Oleh karena itu, langkah-langkah yang diambil harus didasarkan pada prosedur yang diatur dan prinsip-prinsip keadilan serta demokrasi yang kuat. (ip-lingkar.news)

4. Hak Angket menurut pakar

Banjarmasin, LINGKAR – Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel) Ichsan Anwary menilai hak angket milik DPR RI tidak akan bisa membatalkan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2024.

“Hak angket DPR hanya berdampak kepada penyelenggara negara, tetapi tidak bisa membatalkan hasil Pemilu 2024 khususnya pemilihan presiden yang sedang santer dibahas dimana-mana,” ujar dia.

Ichsan menjelaskan pengajuan Hak Angket hanya boleh dilakukan anggota DPR berdasarkan kepentingan hukum dan fungsi lembaga legislatif dan tidak boleh dicampur tangani oleh pihak manapun.

“Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga yang diberikan kewenangan oleh konstitusi untuk menyelesaikan sengketa pemilu, setelah diputuskan maka hasilnya final dan tidak bisa dipengaruhi Hak Angket DPR,” ucapnya.

Ketentuan itu, tertuang dalam Pasal 24 C ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk, salah satunya, memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Ichsan menuturkan seharusnya pembahasan hak angket tidak perlu tergesa-gesa dibahas karena hasil pemilu hingga saat ini belum ditetapkan oleh KPU RI.

Menurut dia, seharusnya para kubu sabar menunggu hasil pemilu, setelah hasilnya ditetapkan, kata Ichsan, jika ada pihak yang merasa dirugikan karena kecurangan dan ada sengketa maka berhak mengajukan untuk diperiksa di MK dengan berbagai bukti yang sudah disiapkan.

Setelah melalui prosedur pengajuan dan disidang di MK, jika kecurangan hasil perolehan suara tersebut tidak dapat dibuktikan secara signifikan, maka pemenang pemilu sah dan tidak dapat dibatalkan.

“Contohnya seperti ini, jika kubu yang kalah berhasil membuktikan kecurangan perolehan suara pemenang, tetapi hasilnya masih tetap unggul suara pemenang, maka MK akan mengabaikan dan pemenang pemilu dianggap sah,” ungkapnya.

Dia menyebutkan jalan satu-satunya untuk mengubah hasil pemilu adalah, pihak yang kalah harus mampu membuktikan secara signifikan berapa banyak perolehan suara curang yang dilakukan oleh pemenang berdasarkan alat bukti yang sah.

Ichsan menekankan kedudukan antara Hak Angket DPR dan pemeriksaan di MK terhadap hasil pemilu, adalah dua hal yang berbeda yang kepentingannya juga berbeda.

Ia menegaskan Hak Angket hanya berdampak kepada penyelenggara negara, sedangkan pemeriksaan di MK dampaknya bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat berdasarkan fakta-fakta persidangan yang disajikan para pihak.

Lalu kemudian, lanjut dia, jika santer kabar menyebutkan pihak paslon pilpres nomor urut 03 yang terlebih mengajukan hak angket agar digunakan DPR, Ichsan menilai hal ini menyalahi prosedur karena yang berhak mengajukan atau mengusulkan hanya anggota DPR.

Namun, dia tidak menampik bahwa paslon yang mengusulkan hak angket memiliki latar belakang partai yang cukup kuat di DPR RI, sehingga potensi kepentingan pihak tertentu dianggap menjadi faktor untuk mempengaruhi agar anggota DPR RI menggunakan Hak Angket terkait hasil Pemilu 2024.

“Sekali lagi saya tekankan, Hak Angket tidak akan dapat membatalkan hasil pemilu yang telah diputuskan oleh MK, karena itu merupakan ketentuan mutlak dalam konstitusi,” ujar Ichsan.

Exit mobile version