JAKARTA, Lingkar.news – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memastikan, tidak akan memilih calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) berdasarkan popularitas dan figur seseorang. Hal itu diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, belum lama ini.
Dia mengatakan, PDIP tidak akan memanfaatkan teori efek ekor jas atau “coattail effect” untuk menentukan kandidat pada Pilpres 2024. “PDIP bukan tipe partai yang menggunakan jalan pintas dengan menggunakan teori efek ekor jas dalam menentukan kandidat,” kata Hasto di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (22/06).
Hasto menuturkan, PDIP memiliki strategi yang mendasar melalui pengkaderan. Menurutnya, rekrutmen harus tumbuh dari bawah, kaderisasi dan kepemimpinan salah satunya melalui Sekolah Partai ini.
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, kata Hasto, menjadi pusat untuk menentukan siapa yang akan dipilih pada Pilpres 2024. Dia mengingatkan, bahwa Megawati memiliki perhatian bahwa organisasi itu harus dibangun dari bawah. “Itu jauh lebih penting daripada popularitas diri,” jelas Hasto.
Sebelum adanya keputusan Ketua Umum Megawati mengenai Pemilu 2024, lanjut Hasto, PDIP terus melakukan konsolidasi dan bergerak ke bawah. Dia mengharapkan pada waktunya nanti gerakan organisasi semakin efektif.
“Semua apa yang menjadi harapan rakyat bisa ditangkap dan diformulasikan menjadi kebijakan politik. Itulah yang menjadi jurus politik PDI Perjuangan di dalam memenangkan pemilu,” kata Hasto.
Oleh karena itu, PDIP tidak akan menggunakan efek ekor jas dalam menentukan kandidat pada Pilpres 2024. “Coattail effect itu diharapkan muncul dari rakyat. Rakyat itu sebetulnya pemimpin dari segala pemimpin,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Kebudayaan, Tri Rismaharini mengatakan, target partai politik itu bukan hanya meraih kemenangan di Pemilu 2024, melainkan meraih masa depan yang lebih baik bagi Indonesia.
“Bukan sekadar kami menang, tetapi bagaimana meraih masa depan yang lebih baik,” kata dia, di sela-sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II PDI Perjuangan, di Sekolah Partai PDI Perjuangan di Lenteng Agung, Jakarta Selatan pada Rabu (22/06).
Menurutnya, Rakernas PDI Perjuangan 2021 tidak hanya membicarakan tentang politik praktis, seperti persiapan dan pemenangan Pemilu 2024, tetapi juga membahas politik jangka panjang bagaimana PDI Perjuangan berbuat untuk Indonesia.
“Kami memang harus mengambil hati rakyat. Kemudian konsep-konsep pembangunan apa yang harus kami bisa jelaskan kepada masyarakat supaya visinya sama dengan tujuan,” jelas mantan Wali Kota Surabaya itu.
Dia pun mencontohkan, bagaimana dirinya sebagai kader PDI Perjuangan mencoba mengentaskan masalah kelaparan dan tengah fokus menggencarkan program menanam padi dan buah-buahan. “Masih proses semua, tetapi ada yang sudah bisa dirasakan di beberapa tempat,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia menyampaikan terkait penyelesaian masalah kesulitan mengakses air di Asmat, Papua. Dia menyebut, sebelumnya masyarakat Asmat hanya bergantung pada hujan untuk mendapatkan air, namun saat ini masyarakat Asmat telah difasilitasi alat salinitas untuk menyuling air laut menjadi tawar. “Saya percaya dengan membesarkan wong cilik, maka negara ini akan maju,” imbuhnya.
Pihaknya juga menyampaikan pengalamannya mengentaskan kemiskinan ketika menjadi Wali Kota Surabaya. Saat itu, angka kemiskinan di Surabaya mencapai 32 persen. Dirinya menyebut, telah memperjuangkan wong cilik itu hingga saat ini buah kerjanya berhasil.
“Saya kemarin lihat survei dari BPS mengatakan bahwa tidak kurang dari 4 persen. Memang kenapa? Kalau kita kemudian tangani dengan benar, itu suatu kekuatan. Kami tidak perlu kemudian menjadi besar, tetapi bahwa yang paling penting adalah bagaimana bisa memenuhi kebutuhan kita sehari-sehari saja itu sudah dasar,” pungkas Risma. (Lingkar Network | Lingkar.news)