SEMARANG, Lingkar.news – Ribuan mahasiswa dari berbagai kampus di Semarang serta elemen masyarakat tumpah ruah bergabung menjadi satu menggelar demo di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah pada Kamis 22 Agustus 2024. Demo tersebut sebagai bentuk protes dan menuntut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar tidak menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal ambang batas syarat pencalonan kepala daerah dan batas kandidat peserta Pilkada 2024.
Akan tetapi dari pantauan Lingkar, di tengah orasi yang sedang berlangsung, terdapat sejumlah oknum dari mahasiswa yang mencoba merusak pagar besi di salah satu pintu masuk kantor Gubernur Jawa Tengah. Pagar besipun akhirnya roboh karena para mahasiswa mencoba memaksa untuk masuk ke dalam ruang DPRD Jateng.
Tindakan anarkis itu membuat pihak aparat melakukan tindakan tegas dengan menembakkan gas air mata yang membuat ribuan mahasiswa membubarkan diri.
Dalam aksi protes tersebut, massa mengungkapkan keinginannya untuk memperjuangkan demokrasi.
“Momen pilkada serentak menjadi gambaran betapa institusi di republik ini sudah tidak punya taji lagi, sudah tidak punya rasa malu. Bagaimana kemudian melihat tontonan-tontonan yang sangat miris demi ambisi kekuasaan. Ketika MK (Mahkamah Konstitusi) memutuskan kemudian ada kelompok lain membatalkan atau kemudian dianulir hanya untuk kepentingan orang-orang tertentu, demokrasi Indonesia telah mati,” seru salah satu orator aksi saat berorasi di depan para elemen masyarakat dan mahasiswa.
Kawal Putusan Mahkamah Konstitusi, Gedung DPR/MPR RI hingga MK Dipadati Demonstran
Sementara itu, Ketua Aliansi Semarang Menggugat Rahmulyo mengatakan aksi ini untuk menggugat agar putusan MK tetap dipertahankan. Menurutnya putusan MK tersebut sebagai ruh perjuangan sehingga bersifat final dan mengikat. Maka dari itu, kata dia, tidak ada satupun lembaga yang boleh menganulir atau menafsirkan dengan hal lain.
“MK dibuat untuk meluruskan konstitusi di negara ini. Apa jadinya kalau kemudian MK diotak-atik, MK di ganggu-ganggu, MK ditafsirkan lain-lain, MK dipermasalahkan. Kalau ini yang terjadi maka kami menyatakan bahwa demokrasi di Indonesia telah mati, kami anak bangsa sedih dan kecewa terhadap pola-pola permainan di Jakarta yang membuat kita dikangkangi dan tidak diberdayakan serta ditelanjangi seperti ini,” ujar Rahmulyo yang saat ini juga menjabat sebagai anggota dewan DPRD Kota Semarang.
Sebelumnya, para mahasiswa tersebut terlebih dahulu berkumpul di depan kampus Undip Peleburan kemudian melakukan long march menuju depan kantor Gubernur Jawa Tengah. Berbagai spanduk dibentangkan dengan berbagai tulisan seperti Tolak Politik Dinasti, Turut Berduka Cita Atas Matinya Demokrasi sampai spanduk bertuliskan Dewan Perwakilan Rakus. (Lingkar Network | Rizky Syahrul – Lingkar.news)