Wapres Ma’ruf Amin Minta Stunting Jadi Materi Dakwah Para Dai

SAMBUTAN: Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam acara "Halakah Nasional Pelibatan Penyuluh Agama, Dai dan Daiyah untuk Mendukung Percepatan Penurunan Stunting" di Istana Wakil Presiden Jakarta pada Kamis, 6 Oktober 2022. (Istimewa/Lingkar.news)

SAMBUTAN: Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam acara "Halakah Nasional Pelibatan Penyuluh Agama, Dai dan Daiyah untuk Mendukung Percepatan Penurunan Stunting" di Istana Wakil Presiden Jakarta pada Kamis, 6 Oktober 2022. (Istimewa/Lingkar.news)

JAKARTA, Lingkar.news –  Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin meminta agar stunting (kekerdilan anak) dan pencegahannya dapat menjadi salah satu materi ceramah para dai dan daiyah.

“Peran dai, daiyah dan penyuluh agama saya kira sangat vital, sebab mereka hadir langsung di tengah komunitas. Khotbah, ceramah, dan tausiah dapat menjadi media pendidikan yang efektif untuk meneruskan pesan-pesan kebaikan kepada umat, termasuk edukasi bahaya stunting dan cara mencegahnya,” katanya di Istana Wakil Presiden Jakarta pada Kamis, 6 Oktober 2022.

Wapres menyampaikan hal tersebut saat memberikan sambutan dalam “Halakah Nasional Pelibatan Penyuluh Agama, Dai dan Daiyah untuk Mendukung Percepatan Penurunan Stunting” yang juga dihadiri oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo serta para dai dan daiyah.

Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama, umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun.

Wapres Ma’ruf yang juga Ketua Pengarah Tim Percepatan Penurunan Stunting menyebut bahwa hasil Studi Status Gizi Indonesia 2021 mencatat kurang lebih 1 dari 4 balita Indonesia mengalami stunting.

“Stunting berpotensi mendatangkan dampak berlipat, karena mengganggu perkembangan otak anak, hingga mengancam raihan produktivitasnya ketika dewasa kelak. Artinya, stunting bukan sekadar isu kesehatan, melainkan juga problem kemanusiaan, bahkan dapat menghambat perekonomian dan masa depan pembangunan negara,” kata Wapres.

Pemerintah, sebut Wapres, secara agresif telah mengambil langkah penanganan stunting. Untuk mencapai target stunting 14 persen pada 2024, sedangkan angka prevalensi “stunting” di Indonesia pada 2021 sebesar 24,4 persen.

“Dibutuhkan kerja cepat, kerja cerdas, dan yang terpenting, kerja kolaborasi karena kerja berjamaah semua pihak, termasuk partisipasi aktif penyuluh agama, dai dan daiyah,” tambahnya.

Padahal berdasarkan survei global terhadap 164 negara tahun 2021, Indonesia menempati peringkat ke-7 paling religius di dunia, artinya bagi mayoritas penduduk kita, agama menjadi kompas yang menentukan tujuan hidup, hingga praktik dalam keseharian.

“Karakteristik masyarakat Indonesia ini menawarkan peluang yang harus kita tangkap, yaitu edukasi melalui pendekatan keagamaan. Apalagi sekitar 87 persen penduduk Indonesia adalah umat Islam. Karenanya, peran saudara-saudara sebagai tokoh agama, pimpinan organisasi masyarakat Islam, penyuluh agama, dai, dan daiyah sangat strategis,” imbuhnya.

Penyuluh agama, dai dan daiyah, menurut Wapres, menjadi penyampai nilai-nilai dan pesan keagamaan di masyarakat, sekaligus menjadi sumber ilmu (manbaul ‘ulum), pendidik (murabbi), penggerak (muharrik), dan teladan (uswatun hasanah) bagi umat.

“Saya sampaikan bahwa jihad bisa dilakukan melalui berbagai macam cara, untuk menyampaikan kebenaran dan kebaikan dalam rangka amar ma’ruf dan nahi munkar. Dengan menyampaikan (pencegahan) stunting, berarti menyampaikan sesuatu yang bermanfaat dan menghilangkan kemudaratan. Stunting itu mudarat dan menghilangkannya adalah kebaikan,” tambahnya.

Senada dengan Wapres, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyebut pencegahan stunting melalui ceramah agama adalah penjabaran atau aplikasi dari perintah agama.

“Kenapa? Agama memerintahkan kita agar tidak mewariskan generasi yang lemah dan baik, dan sebaliknya kita harus menyiapkan pentas yang terbaik. Penceramah bergerak juga tidak mudah dalam memberikan pesan dakwah untuk untuk menyampaikan narasi tentang stunting ini perlu pemahaman itu perlu pemahaman dan memahamkan masyarakat,” terangnya.

Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan 7 provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT) 37,8 persen, Sulawesi Barat 33,8 persen, Aceh 33,2 persen, Nusa Tenggara Barat (NTB) 31,4 persen, Sulawesi Tenggara 30,2 persen, Kalimantan Selatan 30,0 persen, dan Kalimantan Barat 29,8 persen.

Sementara, terdapat juga 5 provinsi dengan jumlah Balita stunting terbesar, yaitu Jawa Barat 971.792, Jawa Tengah 651.708, Jawa Timur 508.618, Sumatera Utara 347.437, dan Banten 268.158. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)

Exit mobile version