JAKARTA, Lingkar.news – Penasihat Khusus Presiden Urusan Ekonomi, Bambang Brodjonegoro, mengatakan skema subsidi BBM (bahan bakar minyak) tidak efektif lagi karena banyak warga mampu yang memanfaatkan. Oleh karena itu pihaknya mengusulkan adanya perubahan subsidi BBM menjadi BLT (bantuan langsung tunai).
“Subsidi BBM itu basisnya harga. Jadi cuma membedakan antara berapa biaya produksi dengan harga jual. Nah, ketika harga jualnya di bawah biaya produksi, maka pemerintah harus subsidi. Memang sudah ditentukan hanya Pertalite, tapi kan problemnya adalah salah sasaran,” kata Bambang saat konferensi pers Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2024 di Jakarta, Senin, 4 November 2024.
Bambang menilai skema subsidi BBM lewat BLT yang disalurkan langsung ke keluarga yang membutuhkan akan jauh lebih efektif. Sementara skema subsidi BBM yang berjalan saat ini justru kerap dinikmati oleh masyarakat yang mampu.
“Di pom bensin, saya perhatikan makin banyak pom bensin yang bikin macet jalan. Kenapa? Karena orang mengantre. Kan seolah-olah bensin itu seperti langka kan? Padahal enggak sebenarnya. Kenapa ngantre? Karena mereka semua mau nyari BBM bersubsidi. Simply karena harganya murah, sehingga akhirnya yang beli BBM bersubsidi tidak bisa dibatasi lagi. Siapapun bisa beli,” jelasnya.
Anggota DPR RI: Subsidi BBM dan Elpiji Ratusan Triliun tak Tepat Sasaran
Dia juga mengatakan bahwa sebenarnya pemerintah tidak bisa menjamin tingkat akurasi data penerima 100 persen akurat. Namun setidaknya, skema BLT memiliki tingkat akurasi data yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan subsidi BBM yang berjalan saat ini.
Dengan skema BLT, kata Bambang, masyarakat diharapkan tidak khawatir mengenai risiko daya beli masyarakat yang bakal menurun. Ia menilai bantuan langsung dari pemerintah mampu menjaga daya beli masyarakat agar tidak terganggu sehingga meminimalisir risiko terjadinya inflasi.
“Jadi bantuan langsung itu diberikan sebagai upaya untuk menjaga agar daya beli tidak terganggu oleh adanya kenaikan harga. Itu esensi dari perubahan subsidi harga menjadi bantuan tepat sasaran,” terangnya.
Selain itu, menurut Bambang, reformasi subsidi BBM dapat menjadi salah satu strategi pemerintah untuk mempercepat transisi menuju energi baru terbarukan (EBT).
BBM Subsidi akan Dibatasi, Ini Daftar Kendaraan yang Dilarang Pakai Pertalite
Pada kesempatan yang sama, Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) mengatakan perubahan skema subsidi BBM bisa saja terjadi asalkan pemerintah memiliki kemauan politik (poltical will).
Adapun Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa nilai subsidi energi yang berpotensi tidak tepat sasaran mencapai Rp100 triliun dari total alokasi subsidi dan kompensasi energi tahun ini sebesar Rp435 triliun.
“Jujur saya katakan ya, kurang lebih sekitar 20-30 persen subsidi BBM dan listrik itu berpotensi tidak tepat sasaran, dan itu gede angkanya, kurang lebih Rp100 triliun,” kata Bahlil Lahadalia di Jakarta, Minggu, 3 November 2024.
Padahal, lanjutnya, pemerintah menyediakan subsidi tersebut dengan tujuan untuk disalurkan kepada warga negara yang berhak untuk menerima subsidi.
“Tidak mau kan subsidi yang harusnya itu untuk saudara-saudara kita yang ekonominya belum bagus, kemudian malah diterima oleh saudara-saudara kita yang ekonominya sudah bagus,” ujarnya.
Bahlil pun mengatakan bahwa pihaknya menemukan potensi penyaluran subsidi energi yang tidak tepat sasaran tersebut dari berbagai laporan PLN, Pertamina dan BPH Migas.
“Nah, kami menengarai dalam berbagai laporan yang masuk, baik PLN, Pertamina, maupun BPH Migas, dari subsidi BBM dan listrik itu kami melihat ada potensi yang tidak tepat sasaran,” ucapnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, ia menuturkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah meminta pihaknya agar membentuk tim untuk mengkaji dan menemukan solusi terkait penyaluran subsidi energi tidak tepat sasaran itu. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)