BALI, Lingkar.news – Rencana Bulog untuk mengakuisisi produsen beras Kamboja masih dalam tahap penjajakan lantaran ada sejumlah alternatif terkait investasi tersebut.
“Sekarang masih kita tetap menjajaki dulu, karena ada berbagai alternatif dan pilihan yang harus kita pikirkan,” ujar Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Bulog, Sonya Mamoriska, di Bali, Jumat, 20 September 2024.
Sonya mengatakan Bulog belum mendapat arahan lebih lanjut dari kepemimpinan direktur utama yang baru yakni Wahyu Suparyono. Sehingga pihaknya masih menunggu untuk mengetahui perihal investasi terhadap produsen beras di Kamboja.
“Beliau (Wahyu Suparyono) belum memberikan arahan tentang investasi ke depan, beliau masih baru konsolidasi dulu. Kita juga lihat dulu sign-nya dari pemerintahan berikutnya seperti apa,” katanya.
Beras Impor dari Kamboja Tiba di Jateng, untuk Cadangan Pemerintah
Bulog memiliki beberapa opsi untuk meningkatkan kerja sama dengan mitra global yakni melalui perdagangan atau ekspor-impor, akuisisi saham hingga pembangunan penggilingan padi atau rice milling.
Menurut Sonya, hal tersebut membutuhkan kajian-kajian untuk melihat keuntungan dan berapa total biaya yang diperlukan. Selanjutnya, Bulog akan mencari mitra yang tepat.
“Itu memang beberapa opsi kerja sama yang bisa kita lakukan. Itu tentunya kita harus melakukan kajian-kajian yang lebih mendalam dulu, supaya kita bisa mendapatkan benefit dan cost ratio-nya,” jelasnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya memerintahkan Bulog untuk mengakuisisi beberapa sumber beras di Kamboja. Ia mengatakan proses bisnis tersebut diyakini dapat memberikan kepastian stok cadangan beras dalam negeri aman.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional pada 2023 turun 1,39 persen, dari 31,54 juta ton pada 2022 menjadi 31,10 juta ton pada 2023.
BPS mencatat produksi beras di Indonesia mengalami fluktuasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti krisis iklim, makin berkurangnya lahan pertanian dan kondisi tanah serta akses pengairan. Kondisi ini membuat produksi padi pada periode Januari-April 2024 turun 17,54 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu saat mencapai 22,55 juta ton.
Di sisi lain, konsumsi beras per kapita di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan negara lain. Pertumbuhan penduduk yang pesat menyebabkan permintaan beras terus meningkat. Untuk mengatasi kesenjangan antara produksi dan konsumsi, impor beras pun dilakukan agar tidak terjadi kelangkaan yang dapat memicu kenaikan harga beras secara drastis.
Pada tahun 2024, Perum Bulog mendapatkan persetujuan impor beras sebanyak 3,6 juta ton. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)