JAKARTA, Lingkar.news – Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid, menegaskan bahwa Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran tidak bertujuan untuk mengecilkan peran pers.
Meutya juga menekankan pentingnya keberlangsungan media yang sehat, serta hubungan sinergis antara Komisi I DPR dengan Dewan Pers sebagai mitra kerja.
“Hubungan kami dengan Dewan Pers terjalin sinergis dan saling melengkapi, baik saat Dewan Pers diketuai oleh Bagir Manan, Mohammad Nuh, hingga Azyumardi Azra,” tambahnya.
Komisi I DPR, lanjut Meutya, telah menunjukkan komitmen mereka dalam mendukung jurnalisme berkualitas melalui dorongan untuk lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas, atau yang dikenal sebagai Perpres “Publisher Rights”.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa draf RUU Penyiaran saat ini masih berada di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan belum dibahas dengan pemerintah.
“RUU Penyiaran saat ini belum ada, yang beredar saat ini adalah draf yang mungkin muncul dalam beberapa versi dan masih amat dinamis. Sebagai draf tentu penulisannya belum sempurna dan cenderung multi tafsir,” jelasnya.
Komisi I DPR membuka ruang seluas-luasnya untuk menerima berbagai masukan dari masyarakat terkait RUU Penyiaran.
“Tentu setelah menjadi RUU maka RUU akan diumumkan ke publik secara resmi,” ucapnya.
Dalam rapat internal Komisi I DPR pada Rabu (15/5), disepakati agar Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang tentang Penyiaran mempelajari kembali masukan-masukan dari masyarakat.
“Komisi I DPR telah dan akan terus membuka ruang luas bagi berbagai masukan, mendukung diskusi dan diskursus untuk RUU Penyiaran sebagai bahan masukan pembahasan RUU Penyiaran,” pungkas Meutya. (Lingkar Network | Tara – Lingkar.news)