JAKARTA, Lingkar.news – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyegel aktivitas reklamasi PT CPS yang menyebabkan kerusakan ekosistem mangrove dan terumbu karang di Pulau Biawak bagian dari gugusan Pulau Pari di Kepulauan Seribu.
Sebelumnya warga melaporkan aktivitas pembabatan mangrove dan penghancuran terumbu karang serta padang lamun di Pulau Pari.
Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan (Gakkum) KLH Rizal Irawan mengatakan pihaknya akan melakukan pendalaman terkait laporan pengrusakan lingkungan tersebut.
“Itu untuk minimal menghitung tiga jenis kerugian. Yang pertama adalah kerugian ekonomi, yang kedua kerugian sosial dan yang ketiga adalah kerugian lingkungan. Ini tim sudah memanggil ahli,” kata Rizal saat meninjau kondisi di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta, Kamis, 23 Januari 2025.
Rizal menjelaskan KLH belum bisa menetapkan kapan penyidikan dan penghitungan dampak kerusakan lingkungan di wilayah tersebut akan selesai karena menyesuaikan dengan kerja tim ahli yang dibawa oleh KLH.
KKP Sebut Pagar Laut di Bekasi Masuk Dalam Kategori Reklamasi
Di sisi lain, penyegelan yang dilakukan hari ini untuk menghentikan kegiatan perusahaan yang melakukan pembangunan di wilayah tersebut. Termasuk penghentian kegiatan perusakan mangrove dan terumbu karang yang dimulai pada 17 Januari 2025.
“Ini harus berhenti total,” tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq didampingi Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan KLH Rizal Irawan serta Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Rasio Ridho Sani, bertemu dengan masyarakat.
Dalam pertemuan itu masyarakat menyampaikan aktivitas perusakan lingkungan yang dilakukan PT CPS yang mengeruk laut dangkal pada 17 Januari lalu. Akibat aktivitas tersebut sebanyak 40 ribu pohon mangrove berusia tiga tahun yang ditanam warga lokal dan pengunjung Pulau Pari rusak.
Tidak hanya itu, aktivitas tersebut juga menghancurkan 62 meter persegi laut dangkal yang merupakan ekosistem terumbu karang dan padang lamun.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menemukan adanya indikasi alih fungsi lahan ekosistem mangrove dari pembangunan pondok wisata di Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta.
Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto Darwin menyebutkan bahwa temuan sementara penilaian KKPRL (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) milik PT CPS yakni terdapat kegiatan pembangunan pondok wisata dengan metode reklamasi yang belum memiliki KKPRL dilakukan oleh subjek hukum yang sama.
“Pembangunan pondok wisata dimaksud tersebut terindikasi melakukan alih fungsi ekosistem mangrove,” ujarnya.
Selain itu, KKP juga menemukan ada kegiatan pengerukan menggunakan alat berat (beckhoe) di dalam area KKPRL terbit.
“Area di sekitar kegiatan pengerukan dengan beckhoe berupa ekosistem mangrove dan padang lamun kategori baik,” ucapnya.
Sebelumnya, warga Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, meminta pembangunan dermaga yang merusak lingkungan di Pulau Gugus Lempeng, Kelurahan Pulau Pari, Kepulauan Seribu Selatan, dihentikan.
“Kami langsung tindaklanjuti aspirasi warga yang meminta pembangunan merusak alam dihentikan,” kata Lurah Pulau Pari, Muhammad Adriansyah di Jakarta, Senin, 20 Januari 2025.
Proyek pembangunan dermaga serta resort milik swasta di Pulau Gugus Lempeng yang berdekatan dengan Pulau Pari dan Pulau Biawak itu dikeluhkan warga karena menyebabkan kerusakan hutan bakau atau mangrove.
“Pada 17 Januari kemarin memang ada alat besar ekskavator. Namun, hingga kini tidak ada pengerjaan kembali,” kata dia.
Ia menjelaskan, warga resah karena pembangunan dermaga ini diduga tidak ada izin dan dilakukan secara diam-diam.
“Terkait perizinan dan penghentian proyek itu menjadi kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI,” katanya. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)