Harga Beras Turun, BPS Sebut Picu Deflasi di DIY

Harga Beras Turun, BPS Sebut Picu Deflasi di DIY

Arsip - Panen padi di Gunungkidul. (Antara-HO-Dokumen Dinas Pertanian dan Pangan/Lingkar.news)

YOGYAKARTA, Lingkar.news – Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatat penurunan harga beras sebagai faktor utama yang menyebabkan provinsi ini mengalami deflasi sebesar 0,08 persen pada Mei 2024.

Kepala BPS DIY, Herum Fajarwati, mengungkapkan bahwa selain beras, deflasi di DIY juga disumbang oleh penurunan harga tembakau dan transportasi.

“Pada bulan Mei 2024 ini merupakan deflasi DIY yang kedua. Sebelumnya deflasi terjadi di Januari 2024,” ujar Herum dalam keterangan di Yogyakarta, Senin (3/6).

Herum menjelaskan bahwa penurunan harga beras disebabkan oleh panen raya yang terjadi di Kabupaten Gunungkidul serta kabupaten lainnya pada Mei 2024.

“Ini mengakibatkan harga beras turun, sehingga deflasi terjadi. Harga beras memberikan andil deflasi sebesar 0,15 persen,” jelasnya.

Deflasi yang terjadi pada Mei 2024 ini dianggap mendukung kestabilan kondisi ekonomi DIY setelah adanya inflasi pada April 2024 yang bertepatan dengan libur hari raya Idul Fitri.

Meskipun beberapa bulan ke depan diprediksi akan terjadi kekeringan, Herum optimis bahwa laju inflasi akan tetap terkendali, menjaga ekonomi tetap bertumbuh, daya beli tidak turun, serta kesejahteraan petani dan kondisi ekonomi masyarakat tetap meningkat.

“Dampak deflasi yang paling bisa dirasakan masyarakat adalah membuat harga-harga akan cenderung turun. Kalau harga beras turun untuk yang tidak punya sawah itu menguntungkan, tapi yang punya sawah ya berdampak terhadap nilai tukar petani,” kata Herum.

Ia menambahkan bahwa petani di DIY tidak hanya menanam gabah tetapi juga komoditas lain seperti kelapa yang harganya cenderung naik.

“Peternakan juga baik, jadi menurut saya ini bagus dan seimbang,” ujarnya.

Mengenai prospek deflasi atau inflasi beberapa bulan ke depan, Herum belum bisa memastikan apakah DIY akan kembali mengalami deflasi atau justru inflasi, mengingat provinsi ini merupakan daerah wisata dan pendidikan dengan panen yang masih akan terjadi pada Juni.

“Inflasi harus tapi terkendali supaya ekonomi tetap berjalan. Di sisi lain, daya beli masyarakat tetap terjaga,” ungkapnya.

Sebelumnya, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY mencatat produksi padi hingga April 2024 mencapai 411.330 ton gabah kering giling (GKG) dari lahan seluas 73.726,48 hektare. Panen padi terbesar terjadi di Kabupaten Gunungkidul dengan luas lahan 45.526,9 hektare, diikuti Sleman 12.643,3 hektare, Kabupaten Bantul 9.704,25 hektare, Kulon Progo 5.373,2 hektare, dan Kota Yogyakarta 19,83 hektare. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)

Exit mobile version