Sleman, Lingkar.news – Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mendorong petani setempat membudidayakan tanaman talas sebagai pangan lokal sumber karbohidrat pengganti beras demi memperkuat ketahanan pangan nasional dan mencegah kelaparan masyarakat.
Suparmono selaku Pelaksana tugas Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Sleman, pada Selasa (29/10), mengatakan ketahanan pangan rentan ketika pangan pokok hanya bergantung pada satu komoditas (beras), sehingga harus ada pilihan pangan lain dengan atau berdampingan dengan beras.
“Oleh karena itu, pembangunan pangan lokal harus dilaksanakan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional dan mencegah kelaparan masyarakat,” kata Suparmono.
Untuk itu, dirinya sangat mengapresiasi petani di Potrowangsan, Kalurahan Sidoarum, Kapanewon Godean, yang telah membudidayakan tanaman talas. Petani Godean telah mendukung upaya ketahanan pangan.
“Saya senang ada KWT yang telah mengembangkan talas, sebagai pangan lokal sumber karbohidrat,” katanya.
Suparmono mengatakan pangan lokal seperti talas ini juga dapat dikembangkan sebagai bagian dari upaya diversifikasi konsumsi pangan masyarakat dan pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Talas juga bisa dibudidayakan di kebun atau lahan pekarangan. Sehingga tidak hanya sebagai bahan pangan, tetapi juga dapat mengurangi pengeluaran konsumsi rumah tangga dan meningkatkan pendapatan rumah tangga,” kata Suparmono.
Sementara itu, Ketua KWT Ngupoyo Boga Zulidah menceritakan perjuangan mengembangkan talas di Godean. Berawal dari lahan KWT yang merugi karena ditanami terong dan terkena banjir kemudian menjadi busuk. Setelah berkonsultasi dengan PPL Sidoarum, Apriyanto, KWT disarankan untuk mencoba komoditas baru.
Kemudian PPL menginformasikan adanya kegiatan bimbingan teknis budi daya talas dari bidang tanaman pangan, Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman. KWT mendapat fasilitasi bimbingan teknis selama satu hari pada April 2023. KWT juga mendapatkan bantuan 400 bibit talas varietas Pratama 1 asal Sumedang yang ditanam di lahan seluas 300 meter persegi.
“Budidayanya penak, yang penting cukup air dan dilakukan pembunbunan,” kata Zulidah.
Menurut Zulidah, perawatan tanaman talas relatif mudah dan murah karena tidak memerlukan pupuk kimia atau perlakuan khusus. Pupuk yang digunakan juga hanya menggunakan pupuk kandang dari peternak setempat. Saat olah tanah hanya ditambahkan dolomit atau kapur pertanian untuk memperbaiki pH tanah.
“Delapan bulan kemudian panen, dan KWT bisa dapat 150 kg. Talasnya dijual ke masyarakat sekitar, laku Rp10.000 per kilogram,” katanya.
Besarnya uang yang diterima, dengan biaya modal yang kecil membuat KWT termotivasi untuk mengembangkannya. Sehingga setelah panen, Februari 2024, KWT membuat bibit tanaman talas dan dikembangkan di lahan seluas 1.250 meter persegi.
“Talas ini berpotensi hasil dua kg per umbinya, KWT terus belajar cara budidaya agar hasilnya optimal,” kata Zulidah. (rara-lingkar.news)