Pengadilan Agama Malang Ungkap Judol Jadi Sebab Perceraian

Pengadilan Agama Malang Ungkap Judol Jadi Sebab Perceraian

Ilustrasi - perceraian (ANTARA News/Ridwan Triatmodjo)

Malang Raya, Lingkar.news – Pengadilan Agama (PA) Kota Malang, Jawa Timur mengungkapkan fakta bahwa judi menjadi salah satu penyebab terjadinya kasus perceraian di wilayah setempat, sepanjang periode Januari hingga Oktober 2024.

“Kalau dari catatan yang di data kami, perjudian menjadi salah satu penyebab perceraian,” kata Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Kota Malang Happy Agung Setiawan di Kota Malang, Senin (25/11).

Pada Januari hingga Oktober 2024, PA Kota Malang menerima sebanyak 1968 laporan perkara perceraian, terdiri dari 478 cerai talak dan 1.490 cerai gugat.

Kemudian, dari jumlah laporan tersebut ada 1.503 laporan perkara yang telah diputus oleh PA Kota Malang di periode yang sama.

Angka 1.503 mengenai putusan itu terdiri dari 361 cerai talak dan 1.142 lainnya merupakan cerai gugat.

Sedangkan untuk penyebab terjadinya perceraian karena judi ada tujuh laporan. Rinciannya masing-masing satu kasus pada Januari, Februari, dan Maret.

Selain itu, dua kasus di bulan Juni, satu kasus pada Juli, dan September ada satu kasus.

“Untuk kategori judinya, ada yang online dan ada pula yang model konvensional,” ujar dia.

Di samping itu, angka perceraian di Kota Malang disebabkan oleh hal lainnya, terbanyak didasari perselisihan dan pertengkaran sebanyak 720 laporan. Di urutan kedua ada faktor ekonomi dengan 509 laporan.

Perceraian juga dilatarbelakangi meninggalkan salah satu pihak, yakni 110 laporan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 42 laporan, dihukum penjara 21 laporan, zina 19 laporan, mabuk 11 laporan, murtad atau berpindah keyakinan lima laporan, dan cacat badan satu laporan.

Sehingga jika diakumulasikan, total angka perceraian berdasarkan data dari PA Kota Malang pada Januari sampai Oktober 2024 mencapai 1.445 laporan.

“Ada karena faktor ekonomi, hal lainnya juga, seperti meninggalkan salah satu pihak dan bermacam-macam,” ucapnya.

Happy menjelaskan melihat data yang ada, pihaknya turut melakukan upaya meminimalisasi angka perceraian.

“Kami mengikuti aturan pusat, seperti minimal ada pisah rumah enam bulan. Sembari dipikirkan dulu, kiranya hanya karena emosi sesaat kalau bisa jangan dan apalagi punya anak,” ucapnya. (rara-lingkar.news)

Exit mobile version