Cegah Kenakalan Remaja di Surabaya, Wali Kota Eri Terapkan Pendidikan Karakter

BELAJAR: Suasana belajar mengajar di salah satu sekolah di Kota Surabaya, Jawa Timur. (Istimewa/Lingkarjateng.id)

BELAJAR: Suasana belajar mengajar di salah satu sekolah di Kota Surabaya, Jawa Timur. (Istimewa/Lingkarjateng.id)

Surabaya, Lingkar.news – Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menyatakan penerapan kebijakan mengubah pekerjaan rumah (PR) akademik pelajar SD-SMP sederajat menjadi pendidikan karakter dinilai bisa mencegah kenakalan di kalangan remaja.

“Ketika seluruh anak di Surabaya sudah terbentuk karakter kebangsaan yang kuat, maka tidak akan ada namanya kenakalan remaja. Termasuk pula tawuran antarsiswa atau pelajar yang minum-minuman keras,” kata Eri Cahyadi, pada Jumat, 11 November 2022.

Dalam kebijakan yang mulai diterapkan pada 10 November 2022 menegaskan bahwa PR akademik pelajar SD-SMP itu tidak dihapuskan, tapi diubah menjadi karakter. Artinya, yang dihapuskan hanyalah PR akademik sekolah dan diubah menjadi karakter.

“Jadi nanti dia (pelajar) pulang diberikan pendidikan karakter seperti salat, (menjadi) pemimpin atau apapun itu tetap ada. Saya berharap pendidikan karakter ini tidak hanya dibebankan kepada guru atau sekolah, tapi juga orang tua,” terangnya.

Cak Eri, sapaan Wali Kota Surabaya,  juga menjelaskan bahwa selama ini para orang tua takut ketika tidak ada PR akademik, anak-anak mereka tidak mau belajar di rumah. Hal itulah yang dinilainya belum terbentuk karakter sang anak. Karena menurutnya, jika karakter itu sudah terbentuk, maka tanpa diperintah anak-anak pasti akan belajar dengan sendirinya.

“Siapa yang paling lama ketemu anak, adalah orang tua. Jadi orang tua saya minta tolong dibantu membentuk karakter anak-anaknya. Jadi anak itu tanpa diminta (belajar) sudah bergerak sendiri hatinya,” pintanya.

Untuk itu, Cak Eri menyatakan, dengan diberikan pelajaran di sekolah dan PR karakter di rumah, maka itu diharapkannya dapat membentuk kepribadian sang anak. Terlebih lagi, karakter sang anak ini akan cepat terbentuk ketika turut digerakkan oleh para orang tua mereka.

“Maka saya minta tolong untuk orang tua, jangan anak ini kalau tidak ada PR tidak mau belajar. Ya berarti salah orang tuanya karena tidak membentuk karakter anaknya,” tutupnya. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)

Exit mobile version