BPS Jawa Timur Catat Deflasi 0,37 Persen pada Juni 2024, Ini Penyebabnya

BPS Jawa Timur Catat Deflasi 0,37 Persen pada Juni 2024, Ini Penyebabnya

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur Zulkipli (kanan) dalam konferensi pers di Surabaya, Jawa Timur, Senin, 1 Juli 2024. (Antara-Astrid Faidlatul Habibah/Lingkar.news)

SURABAYA, Lingkar.news – Pada Juni 2024 ini, Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur mengumumkan adanya deflasi sebesar 0,37 persen (month-to-month/mtm) pada. Deflasi ini dipengaruhi oleh turunnya beberapa harga komoditas seperti daging ayam ras, telur ayam ras, bawang merah, dan tomat.

Kepala BPS Jawa Timur, Zulkipli, menyampaikan dalam konferensi pers di Surabaya, Senin, 1 Juli 2024, bahwa deflasi ini menunjukkan penurunan harga komoditas secara umum di Jawa Timur.

“Deflasi ini masih sangat jauh dari deflasi nasional yang sebesar 0,08 persen,” ujarnya.

Zulkipli menjelaskan bahwa penurunan harga daging ayam ras, telur ayam ras, bawang merah, dan tomat didorong oleh peringatan Idul Adha yang mengurangi minat masyarakat untuk mengonsumsi hasil peternakan selain hewan kurban.

Dengan terjadinya deflasi pada Juni, inflasi tahun kalender Juni 2024 terhadap Desember 2023 tercatat sebesar 0,81 persen (year-to-date/ytd) dan inflasi tahun ke tahun (yoy) Juni 2024 terhadap Juni 2023 sebesar 2,21 persen.

Dari 11 kabupaten/kota di Jawa Timur, seluruhnya mengalami deflasi. Kabupaten Bojonegoro mencatat deflasi terdalam sebesar 0,65 persen (mtm), sedangkan deflasi terendah terjadi di Jember, Banyuwangi, dan Kota Probolinggo yang masing-masing sebesar 0,24 persen (mtm).

Beberapa daerah lainnya juga mengalami deflasi, yaitu Kabupaten Gresik sebesar 0,36 persen (mtm), Kota Surabaya 0,37 persen (mtm), Kota Madiun 0,48 persen (mtm), Kota Kediri 0,33 persen (mtm), Kabupaten Tulungagung 0,6 persen, Kota Malang 0,36 persen (mtm), dan Sumenep 0,27 persen (mtm).

Sementara itu, inflasi tahun kalender Jawa Timur yang sebesar 0,81 persen (ytd) dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kenaikan harga emas perhiasan sebesar 19,66 persen akibat konflik geopolitik, panen raya beras, El Nino, kenaikan cukai rokok, dan penyesuaian harga BBM pada awal tahun.

“Inflasi tahun kalender kita yang hanya 0,81 persen tentu nantinya kita lihat di semester kedua biasanya inflasi kita terdorong lebih tinggi,” kata Zulkipli. (Lingkar Network | Anta -Lingkar.news)

Exit mobile version