KARANGANYAR, Lingkar.news – Pemerintah Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah mengimbau peternak sapi membatasi transaksi antardaerah untuk mengantisipasi merebaknya penyakit mulut dan kuku (PMK).
Dari data Dispertanian, Pangan dan Perikanan (Dispertan PP) Kabupaten Karanganyar, ada sembilan sapi yang mati dengan indikasi PMK di Karanganyar, sedangkan saat ini kasus aktif masih di angka 50. Secara keseluruhan, hingga saat ini angka populasi sapi di Kabupaten Karanganyar ada sekitar 52.000 ekor.
“Kalau penyekatan kami belum. Saat ini kami mengimbau masyarakat agar hati-hati dan waspada terkait lalu lintas hewan sapi. Agar petani atau peternak lebih selektif dalam jual beli terutama di pasar hewan,” kata Medik Veteriner Dispertan PP, Faturrahman, dalam keterangan yang diterima pada Jumat, 3 Januari 2025.
Dispertan PP, kata Faturrahman, juga melakukan pengawasan di pasar hewan. Ia mengatakan petugas yang berjaga di pasar hewan memberikan edukasi dan melaksanakan kegiatan pencegahan salah satunya dengan rutin memberikan disinfeksi.
“Bagi sapi yang kena, kalau di kandang harapannya dipisah dari sapi lain yang masih sehat. Diberi pengobatan dan disemprot disinfektan di kandang dan lingkungannya,” terangnya.
Terkait penanganan PMK, menurut Faturrahman, selama masih gejala awal maka memiliki peluang sembuh lebih besar dibandingkan jika gejala tersebut telat dilaporkan.
“Saat gejala awal kalau langsung diobati banyak sembuhnya. Kalau telat 2-4 hari dan ada gejala penyakit lain maka penanganan sulit, tingkat kesembuhan sulit,” jelasnya.
Ia mengatakan yang terjadi saat ini hewan ternak yang mati terlambat dilaporkan oleh pemilik ternak.
“Kebanyakan yang dilaporkan mati sudah lewat kejadiannya. Yang laporan terakhir memang terindikasi PMK, kemarin mati tiga,” katanya. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)