JEPARA, Lingkar.news – Ratusan masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Kembang Bersatu (KKB) dan Ajicakra Indonesia demo menuntut transparansi pengelolaan dana CSR (tanggung jawab sosial masyarakat) penjualan limbah FABA PLTU Unit 5 dan 6, Rabu, 22 Januari 2025. Limbah FABA adalah limbah hasil pembakaran batu bara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
Demo pengelolaan CSR penjualan limbah FABA PLTU Jepara itu berlangsung di jalan masuk PLTU Unit 5 dan 6 Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara.
Massa juga menuntut pemeriksaan perusahaan penerima dana CSR PLTU, menolak monopoli pengelolaan dana CSR, dan memproses secara hukum para pejabat penerima dana CSR yang melanggar kewenangan dan aturan.
“Langkah ini kami tempuh setelah melalui tiga kali audensi, dan sampai sekarang belum adanya kejelasan dan tanggapan dari Pemkab Jepara maupun PLTU Unit 5,6 atas upaya yang telah kami lakukan terkait transparansi pengelolaan dana CSR PLTU Unit 5,6,” ujar Ketua Ajicakra Indonesia, Tri Hutomo.
Lantaran belum ada perkembangan usai tiga kali audiensi Koalisi Kembang Bersatu (KKB) dan Ajicakra Indonesia pada 17 Januari 2025 mengajukan surat izin kegiatan demo yang dilaksanakan hari ini.
Menurut Tri, dana CSR seharusnya dapat digunakan untuk berbagai kegiatan masyarakat, seperti pemberdayaan ekonomi, pelatihan, pendanaan UMKM, dan membantu masyarakat setempat mengembangkan produk lokal, bukan untuk kelompok tertentu atau bahkan memonopoli. Jika terjadi monopoli atau tersegmentasi untuk kelompok tertentu, maka ia menilai hal itu tidak dibenarkan secara aturan.
Pihaknya juga berpendapat peran pemerintah dalam pengawasan kewajiban perusahaan masih lemah, akibatnya pengelolaan dana CSR di Jepara amburadul.
Jika pengelolaan dana CSR amburadul, kata Tri, maka berpotensi besar terjadi manipulasi data pelaporan kegiatan pengelolaan dan CSR perusahaan sehingga masyarakat akan dirugikan.
Selain itu dirinya juga menilai selama ini pemerintah sendiri melakukan keterbukaan publik.
“Atas hasil pengawasan dan tidak melakukan tindakan apapun untuk ketertiban pengelolaan. Maka kami meminta secara terbuka kepada Badan Pemeriksa Keuangan RI, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Direktorat Jenderal Pajak RI, Komite Pengawas Perpajakan RI, untuk melakukan audit secara menyeluruh terhadap perusahaan, maupun pejabat penerima dan pengelolaa dana CSR demi tegakknya Undang-undang dan keadilan di Kabupaten Jepara,” tuturnya.
Bahkan menurut Tri, ketika pihaknya melakukam aksi demo hari ini diduga ada upaya penghalangan dari kelompok tertentu dengan mengerahkan massa tandingan yang dikemas dalam acara dangdut, yang ternyata ilegal atau tidak berizin, di lokasi yang sama dengan lokasi aksi.
“Kami berharap pihak kepolisian juga bisa bersikap tegas dalam penegakan aturan yang ada, untuk menjaga kondusifitas wilayah. Jangan sampai marwah dari kepolisian tercoreng dengan pembiaran kegiatan ilegal yang menghalangi kebebasan berpendapat di muka umum dan adanya sikap maupun statement yang seolah-olah aparat penegak hukum bisa dikendalikan bahkan tunduk pada tindakan-tindakan yang arogan cenderung mengarah ke sikap premanisme,” bebernya.
Demo pengelolaan dana CSR limbah FABA PLTU di Jepara itu berakhir dengan audiensi di salah satu rumah makan di Desa Bondo, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara. (Lingkar Network | Tomi Budianto – Lingkarjateng.id)