SEMARANG, Lingkar.news – Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, meninjau perkembangan padi varietas biosalin menjelang waktu panen di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Rabu, 16 Oktober 2024.
Padi Biosalin merupakan varietas padi yang dirancang untuk beradaptasi dengan kondisi lahan pesisir yang memiliki kadar garam dalam tanah cukup tinggi. Varietas ini tidak hanya tahan terhadap salinitas tetapi juga memiliki potensi hasil yang tinggi.
Padi biosalin yang ditanam di lahan seluas satu hektar ini merupakan hasil kolaborasi antara BRIN, Brida Kota Semarang, Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, dan Kelompok Tani Sumber Rejeki Mangunharjo Kecamatan Tugu.
“Alhamdulillah, teman-teman juga bisa melihat hasilnya sangat luar biasa gemuk-gemuk (padinya). Ini hari ke-64 (sejak ditanam), jadi nanti tanggal 25 Oktober akan dilakukan panen dan panen akan menjadi benih,” ungkap Mbak Ita, sapaan akrab Wali Kota Semarang.
Mbak Ita menjelaskan ada dua sistem penanaman padi biosalin. Pertama yaitu penyemaian dulu baru kemudian ditanam, kedua yaitu sistem tabila (tanam benih langsung).
Bulir hasil panen padi biosalin tersebut akan menjadi benih yang ditanam di lahan pertanian payau di Jepara dan Batang dengan kerja sama Universitas Diponegoro.
“Undip juga akan melakukan tanam percontohan di Jepara dan di Batang. Kami akan mengajak Kelompok Tani Sumber Rejeki yang nantinya bisa menjual benih ini kepada masyarakat. Jadi selain menanam untuk dikonsumsi, lebih menguntungkan juga dengan penjulan benih,” jelas Mbak Ita.
Selain benih padi, Mbak Ita juga akan memastikan ketersediaan Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) serta saluran-saluran air yang memadai untuk menunjang panen padi biosalin secara optimal. Pihaknya akan menggandeng CSR dari perusahaan-perusahaan untuk pelaksanaannya.
“Kami sudah minta, ini sedang berproses dengan Bank Jateng untuk membuat embung pakai geomembran dan juga alat bantuan cultivator untuk mengolah karena kelompok tani juga belum punya. Bahan bakarnya dari petrasol (hasil olahan sampah plastik) sehingga petani tidak mengeluarkan dana untuk bahan bakar,” terangnya.
Keunggulan lain varietas padi biosalin yaitu bisa menghasilkan panen yang lebih banyak. Padi biosalin bisa menghasilkan 6-7 ton per hektare. Sabagai perbandingan, padi inpari 32 hanya bisa menghasilkan 3 ton per hektare.
Selain itu dari segi perawatan, menurut para petani, tidak jauh berbeda antara kedua varietas tersebut.
“Kalau untuk perawatan saya rasa sama saja dengan inpari atau lainnya sama saja. Hanya istilahnya baru saya pupuk 1 kali saja karena musim kemarau kekurangan air. Itu memupuk hanya 1 kali (hasilnya bagus),” kata Muhson, Anggota Kelompok Tani Sumber Rejeki Mangunharjo Kecamatan Tugu.
Mbak Ita pun berharap, upaya-upaya mengoptimalkan hasil panen padi biosalin ini dapat mendorong multiplier effect dan meningkatkan kesejahteraan petani. Terlebih saat ini pemerintah pusat gencar melakukan berbagai inovasi yang menunjang ketahanan pangan.
“Nah diharapkan kalau dengan seperti ini petani-petani yang ada di pesisir juga akan sama sejahteranya dengan petani yang ada di kawasan airnya biasa (tidak payau),” tandas Mbak Ita. (Lingkar Network | Lingkar.news)