PATI, LINGKAR – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pati mengaku tidak bisa melakukan penutupan terhadap sejumlah tempat karaoke yang berdiri di atas lahan PT KAI di Desa Puri, Kecamatan/Kabupaten Pati. Sebab, meski secara regulasi keberadaan karaoke di aset PT KAI melanggar dua Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Pati yaitu Perda tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan dan Perda tentang Pajak dan Retribusi Daerah, namun karaoke yang terdiri dari Karaoke Permata, Citra I, Citra II, Citra III, dan Permata sudah mengantongi izin dari OSS.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Bidang (Kabid) Penegakan Produk Hukum Daerah (PPHD) Satpol PP Pati, Herman Setiyawan, saat ditemui di kantornya, pada Kamis, 1 Agustus 2024.
Herman mengatakan perlu kehati-hatian sebelum melakukan penutupan. Untuk itu, pihaknya mengatakan akan melakukan koordinasi terlebih dulu dengan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
“Kalau pajak kami belum mendalami. Tetapi kami akan koordinasikan bersama dengan BPKAD terkait itu (pajak),” ujarnya.
Herman juga mengaku bingung lantaran keberadaan karaoke tersebut terus menjamur di Kabupaten Pati, meskipun tidak memberikan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Di samping itu, jumlah karaoke terus bertambah seiring dengan kemudahan izin melalui Online Single Submission (OSS).
“Yang punya datanya ‘kan DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu). Terjadi lonjakan dan ini tidak hanya terjual di Pati. Di manapun pasti ada karena kemudahan perizinan. Yang namanya investasi ‘kan dipermudah,” tambah dia.
Ia menjelaskan, jika pihaknya tidak bisa serta merta melakukan pengosongan terhadap tempat karaoke yang berdiri di atas tanah milik PT KAI itu. Menurutnya, perlu kehati-hatian sebelum menutup tempat karaoke. Sebab, apabila mengacu pada PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, dikatakan bahwa segala usaha mikro cukup melakukan izin melalui OSS yang bisa dengan mudah dilakukan melalui telepon genggam.
Sedangkan, sebanyak enam karaoke yang diminta dikosongkan oleh Germap seperti Citra I, Citra II, Citra III, Romantika, Permata sudah mengantongi izin dari OSS.
Herman menambahkan, dari hasil pertemuan antara Satpol PP dengan DPMPTSP, si pemilik karaoke juga sudah mengantongi izin sewa dari PT KAI di Semarang selaku pemilik lahan.
“Sejauh ini kalau pelanggaran administrasi belum ada. Kita juga harus melihat prinsip kehati-hatian dalam membuat tindakan. Langsung tutup ‘kan tidak boleh,” tegasnya.
Selain berhati-hatilah dalam bertindak, Satpol PP juga harus bekerja sesuai dengan SOP sebelum melakukan tindakan. Jangan sampai, penertiban oleh Satpol PP merugikan masyarakat. Herman khawatir, jika penertiban karaoke dilakukan secara sembarangan akan berimbas pada rendahnya nilai investasi di Kabupaten Pati.
Di samping itu, penertiban yang dimaksud sembarangan akan berdampak pada hilangnya mata pencaharian warga yang bekerja dari sektor hiburan malam.
“Kita bekerja secara SOP, ada yang namanya tahapan. Pertama kita lakukan sosialisasi, jika memang ditemukan pelanggaran kita akan tindak. Melalui teguran lisan dan tertulis. Tetapi jika masih bandel akan diberhentikan sementara, bahkan bisa sanksi baru kemudian ditertibkan,” imbuhnya.
Disinggung soal lokasi yang dekat dengan tempat pendidikan, Herman menyebut tidak menjadi masalah. Sebab antara sekolah yakni SMPN 04 Pati dengan tempat karaoke berada di seberang jalan yang dipisahkan dengan jalan raya Pati-Kudus, sehingga diyakini tidak mengganggu aktivitas belajar-mengajar.
“Ketika melewati batas jalan berarti sudah ada pembatasnya. Kalau memang menyala Perda Pariwisata, itu menjadi ranah dinas pariwisata,” tandasnya.
Sementara itu Pejabat Fungsional Bidang Pendapatan BPKAD Pati, Hary Sutiana menyampaikan bahwa pada tahun 2014 Bupati Pati Haryanto telah mencabut izin karaoke dan memerintahkan BPKAD untuk tidak menarik pajak.
“Setelah pencabutan izin oleh Bupati tahun 2014, kami tidak lagi memungut pajak meskipun sampai saat ini mereka masih beroperasi. Alasannya, dulu di era Pak Haryanto jika memungut bisa dijadikan alasan pengusaha karaoke untuk tetap beroperasi. Padahal mereka pengusaha karaoke ini mau-mau saja membayar,” tutur Hary Sutiana saat ditemui di kantor BPKAD Pati, pada Senin, 29 Juli 2024 lalu.
Berdasarkan data BPKAD, hanya ada enam karaoke yang memberikan PAD yaitu Hotel 21, 99, MJ, New Merdeka, Safin, dan One hotel.
Sebelumnya, Yayak Gundul pada Selasa, 30 Juli 2024 telah dimintai keterangan oleh Unit Tipikor (Idik III) Satreskrim Polresta Pati terkait dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Riyoso, Kepala Satpol PP Pati Sugiono, dan Pj Bupati Henggar Budi Anggoro.
“Hari ini saya diundang untuk memberikan keterangan dalam hal pelaporan dugaan pembiaran penegakan Perda dan penyalahgunaan wewenang yang merupakan tugas pejabat, sehingga dengan adanya pelanggaran Perda tersebut berpotensi merugikan PAD Pemkab Pati,” terangnya, pada Selasa, 30 Juli 2024.
Selain itu, Yayak juga sempat ditanya penyidik terkait pelaporannya terhadap Pj Bupati Henggar Budi Anggoro.
“Tadi saya ditanya kenapa Pak Pj dilaporkan? Saya jawab, karena yang bertanggung jawab atas kinerja Kasatpol PP dan Kepala DPMPTSP adalah Pak Pj selaku kepala daerah,” imbuhnya.
Germap berharap pelaporan ini menuai hasil. Pihaknya juga tidak muluk-muluk meminta bangunan dirobohkan. Mereka hanya menuntut agar karaoke ilegal yang berada dekat sekolahan itu segera disegel dan dikosongkan. (ARIF / NAILIN – LINGKAR)