SEMARANG, Lingkar.news – Kepala Bidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah (Jateng) Muhamad Chomsul mengatakan bahwa saat ini wilayah Jateng sedang berada di puncak musim kemarau dan diperkirakan akan berakhir pada September 2024 mendatang.
Akibat kondisi ini, kata dia, BPBD telah melakukan droping air bersih di 24 kabupaten/kota se-Jateng yang terdampak kekeringan.
“Dalam dua bulan terakhir, kami telah mendistribusikan sekitar 6.346.000 liter air bersih untuk 91 kecamatan di 193 desa yang tersebar di 24 kabupaten/kota,” ucap Chomsul di Semarang, Jawa Tengah, Senin, 19 Agustus 2024.
Sebanyak 24 Kabupaten/Kota yang sudah menerima dropping air dari BPBD antara lain Rembang, Kota Semarang, Magelang, Tegal, Demak, Boyolali, Jepara, Temanggung, Pati, Sragen, Kendal, Blora, Banyumas, Cilacap, Banjarnegara, Pemalang, Grobogan, Semarang, Purworejo, Kebumen, dan Klaten.
Jateng Diprediksi Masuk Musim Kemarau Mei 2024, Rembang hingga Pati Paling Dulan
“Sementara beberapa kabupaten/kota yang sudah menetapkan status siaga darurat kekeringan antara lain Cilacap, Temanggung, Grobogan, Klaten, Batang, Karanganyar, Rembang, Banyumas, Boyolali, Demak, Sragen, Wonogiri, Blora, Sukoharjo, Pati, Kudus, Pemalang, Purbalingga, Brebes, Kota Salatiga, Kebumen, Purworejo, Semarang, Pekalongan, Kota Semarang, Tegal, Jepara, dan Magelang,” sebutnya.
Dari data yang ada, kata dia, wilayah yang paling parah terdampak kekeringan adalah Kabupaten Grobogan dengan 53 desa yang sudah menerima droping air. Wilayah lain yang juga mengalami dampak signifikan adalah Cilacap, Pati, Banyumas, Purworejo, dan Blora.
Dalam upaya mengantisipasi musim kemarau, BPBD Jawa Tengah bersama dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) teknis terkait telah melakukan berbagai persiapan sejak awal tahun. Termasuk koordinasi untuk pengelolaan sumber air seperti waduk dan embung yang mengalami penurunan kapasitas akibat dampak El Nino.
Masuki Kemarau, Ini Tips Sederhana untuk Menghemat Air di Rumah
“BPBD juga bekerja sama dengan Dinas Pertanian dan Balai Wilayah Sungai (BWS) untuk mencari sumber air alternatif, seperti sumur dalam serta melakukan pengelolaan pola tanam yang disesuaikan dengan kondisi kemarau,” jelasnya.
Chomsul menambahkan bahwa penetapan status siaga darurat kekeringan tidak hanya berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan air bersih, tetapi juga penanganan potensi kebakaran hutan.
“Teman-teman di kabupaten/kota yang telah menetapkan status siaga darurat sedang melakukan operasi pemenuhan kebutuhan air dengan sumber dana dari APBD dan Dana Siap Pakai. Selain itu, kami juga terus melakukan monitoring wilayah yang berpotensi kebakaran hutan serta sosialisasi sebagai bagian dari kesiapsiagaan,” tuturnya. (Lingkar Network | Rizky Syahrul – Lingkar.news)