Pemkot Surakarta Lakukan Monitoring Gugus Tugas Kota Layak Anak

Pemkot Surakarta Lakukan Monitoring Gugus Tugas Kota Layak Anak

Monitoring dan evaluasi Gugus Tugas Kota Layak Anak (KLA) di Solo Jawa Tengah, Jumat (8/11/2024). ANTARA/Aris Wasita.

Solo, Lingkar.news – Monitoring dan evaluasi Gugus Tugas Kota Layak Anak (KLA) di Solo Jawa Tengah digelar oleh Pemerintah Kota Surakarta.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Surakarta Purwanti di Solo Jawa Tengah, pada Jumat (8/11) mengungkapkan bahwa kegiatan tersebut untuk memastikan terpenuhinya hak dan perlindungan anak di Surakarta.

Ia memaparkan bahwa pematangan SOP Layanan Perlindungan Khusus Anak merupakan salah satu pekerjaan rumah yang perlu dilakukan segera.

Dijelaskan olehnya kegiatan tersebut dilakukan secara rutin sebanyak dua kali setahun.

Meski demikian, mempertimbangkan tahun ini akan segera berakhir dan berganti ke 2025, maka evaluasi terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak kembali dilakukan.

Ia mengatakan, sebetulnya Solo sudah mendapatkan predikat utama Kota Layak anak sebanyak enam kali, namun masih ada beberapa pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan.

“Di antaranya masih adanya perkawinan di usia anak, pekerja anak, anak tidak sekolah, dan lainnya. Ini PR yang memang harus dicarikan solusinya,” katanya.

Sementara itu, dikatakannya, Gugus Tugas KLA juga didorong untuk segera menyempurnakan SOP Penanganan Perlindungan Anak yang ada di Kota Solo.

Langkah ini merujuk pada penanganan jika ada temuan kasus, khususnya pada 15 kategori kelompok anak yang memerlukan perlindungan khusus, seperti anak disabilitas, anak dengan HIV/Aids, anak yang mengalami kekerasan fisik mental kejahatan seksual.

Selain itu juga anak berhadapan dengan hukum, anak yang terhubung dengan kelompok minoritas atau terisolasi, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba, anak korban pornografi, anak korban jaringan terorisme, anak dengan situasi darurat, hingga anak yang mengalami stigmatisasi atau pelabelan terkait kondisi orang tuanya.

“Untuk mekanisme layanannya, dalam hal ini SOP-nya sebagian besar belum terstandardisasi. Selain itu juga ada beberapa lembaga masyarakat yang ternyata minim penyedia layanan konsultasi yang terstandardisasi. Ini yang akan dioptimalkan di tahun depan,” katanya. (rara-lingkar.news)

Exit mobile version