GROBOGAN, Lingkar.news – Muhadi, warga Desa Krangganharjo, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan, mengeluhkan pelayanan RSUD dr. R Soedjati Purwodadi atau RSUD Purwodadi karena anaknya dianggap tidak layak opname.
Kekecewaan itu lantaran anaknya yang direkomendasikan untuk rawat inap oleh dokter keluarga melalui BPJS Kesehatan justru ditolak RSUD Purwodadi. Alasannya, kondisinya dianggap belum memenuhi syarat.
“Trombosit harus 110, padahal anak saya 113. Kemudian, panas harus 40 derajat, anak saya dicek 39,8 derajat, sudah hampir 40 derajat. Sudah nge-drop,” kata Muhadi, pada Minggu, 8 Desember 2024.
Akhirnya Muhadi terpaksa membawa anaknya ke rumah sakit lainnya. Menurutnya, jika penolakan dikarenakan kamar penuh, pihak RSUD Purwodadi dapat menjelaskan dengan baik. Namun, alasan yang dipilih pihak rumah sakit justru membuatnya merasa kecewa.
“Saya sangat kecewa dengan pelayanan RSUD. Harus dijelaskan kriteria, tetapi kondisi anak saya sudah drop. Apakah memang harus nunggu anak saya kritis?” ungkapnya.
Muhadi menjelaskan, anaknya mulai panas sejak Selasa, 3 Desember 2024 lalu. Berdasarkan keterangan dokter keluarga dari BPJS, anaknya harus dipantau selama tiga hari dengan diberikan obat rawat jalan.
“Karena tidak kunjung sembuh, disarankan untuk cek lab di (klinik) Simpanglima Husada Purwodadi. Hasilnya saya bawa ke dokter BPJS keluarga lagi. Kesimpulannya, harus rawat inap ke rumah sakit terdekat,” bebernya.
Muhadi menceritakan, mulanya ia menuju ke RS Yakkum Purwodadi. Setelah dilakukan observasi dokter jaga, dia diminta menunggu. Namun, tidak ada kepastian apakah anaknya bisa mendapatkan ruangan atau tidak.
“Antrean cukup lama di IGD. Pasien tidak mendapat ruang kamar dan tidak diarahkan untuk merujuk ke rumah sakit lain. Kami tak mendapatkan layanan yang memuaskan,” jelasnya.
Kemudian, sambung Muhadi, ia pun menuju ke RSUD Purwodadi. Di rumah sakit Pemerintah Daerah Grobogan itu, dia melihat banyak anak dirawat di IGD. Dokter jaga kemudian membaca hasil labnya. Namun, justru anaknya disarankan rawat jalan karena tidak layak opname.
“Kami disarankan pulang karena tidak layak diopname. Prioritas pasien yang kritis dulu, baru bisa diopname,” ucap dia.
Muhadi menyebut, dokter jaga pada saat itu menjelaskan kondisi yang dipaparkannya merupakan persyaratan dari pihak BPJS. Namun demikian, untuk pasien dengan pembayaran mandiri dapat ditangani langsung.
“Beliau menyampaikan itu pesan dari BPJS, dengan kriteria syarat layanan berlaku untuk pasien khususnya BPJS. Kecuali, layanan mandiri baru bisa dilayani langsung,” tandasnya.
Rawat Inap Termasuk dalam Pelayanan BPJS Kesehatan
Di sisi lain, Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, menegaskan bahwa rawat inap termasuk dalam pelayanan kesehatan yang dijamin BPJS Kesehatan. Pihaknya juga tidak membenarkan perihal BPJS Kesehatan yang membebankan biaya tambahan rawat inap.
“Tidak benar jika BPJS Kesehatan membebankan biaya tambahan untuk pasien rawat inap. Sepanjang pelayanan tersebut sesuai indikasi medis dan sesuai kelas haknya, biaya pengobatan dijamin seluruhnya. Kecuali, untuk naik kelas perawatan atas permintaan sendiri atau tidak ada indikasi medis, maka tidak dapat dijamin,” kata Rizzky dalam keterangannya di Jakarta, Minggu, 8 Desember 2024.
Rizzky juga menjelaskan bahwa biaya rawat inap tersebut sudah mencakup biaya obat-obatan yang termasuk dalam tarif paket Indonesia Case Based Groups (INA CBGs).
Sebagai informasi, pembayaran klaim rumah sakit oleh BPJS Kesehatan ke rumah sakit dilakukan dengan tarif paket berbasis INA CBGs.
INA-CBGs adalah sistem pembayaran yang digunakan BPJS Kesehatan untuk membayar rumah sakit atas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien JKN. Sistem ini menggunakan paket berdasarkan diagnosis dan prosedur penyakit yang diderita pasien.
Dengan tarif paket ini, seluruh biaya pelayanan medis maupun nonmedis (seperti ruangan rawat inap), termasuk dalam perhitungan INA-CBGs. Oleh karena itu, rumah sakit tidak diperkenankan menarik biaya apapun kepada pasien yang bersangkutan.
“Jika ada pasien JKN yang diminta membayar oleh rumah sakit ketika rawat inap, silakan laporkan kepada kami melalui petugas BPJS SATU! di rumah sakit, BPJS Kesehatan Care Center 165, Aplikasi Mobile JKN, atau mengunjungi Kantor BPJS Kesehatan terdekat.” ujar Rizzky.
Akan tetapi, jika terdapat keinginan peserta sendiri untuk naik kelas perawatan yang lebih tinggi dari kelas kepesertaan JKN yang diikutinya, peserta tersebut dapat dikenakan ketentuan membayar selisih biaya.
Adapun ketentuan terkait biaya tambahan naik kelas perawatan tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 3 Tahun 2023 Pasal 48. (Lingkar Network | Eko Wicaksono/Anta – Lingkar.news)