JAKARTA, Lingkar.news – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyebut 23 anak yang ikut dalam unjuk rasa atau demonstrasi menolak pengesahan revisi UU Pilkada di Semarang, Jawa Tengah, dan Makassar, Sulawesi Selatan, sudah kembali ke keluarga mereka.
“Sebanyak 22 anak di Semarang dan satu anak di Kota Makassar yang ikut unjuk rasa dan ikut diperiksa, semua sudah kembali pulang ke keluarga masing-masing,” kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar, Rabu, 28 Agustus 2024.
Begitupun 85 anak pelajar yang ikut dalam aksi unjuk rasa di Jakarta dan sempat mengikuti pemeriksaan sudah kembali ke keluarganya masing-masing.
“Unit PPA (Unit Pelayanan Perempuan dan Anak) Polda telah melakukan pendampingan selama proses pemeriksaan dan saat ini anak-anak sudah kembali dan tinggal bersama orang tua atau keluarganya masing-masing,” terangnya.
Demo di Kantor Gubernur Jateng Berakhir Anarkis, Massa Tuntut DPR Tak Anulir Putusan MK
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada tujuh anak yang diamankan di Polda Metro Jaya dan 78 anak diamankan di Polres Jakarta Barat, pasca-aksi unjuk rasa menolak pengesahan revisi UU Pilkada di kawasan DPR RI, Jakarta pada Kamis, 22 Agustus 2024.
“Ada tujuh anak yang diamankan di Polda Metro Jaya, 78 anak diamankan di Polres Jakarta Barat. Pada waktu penyisiran massa aksi, KPAI menemukan ada beberapa pelajar yang terpukul dan jatuh serta diamankan di dalam Gedung DPR yang kemudian dipindahkan ke Polda Metro Jaya,” kata Anggota KPAI Aris Adi Leksono.
Komnas HAM Minta Polda Evaluasi Penanganan Demonstrasi
Sementara itu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI mendesak kepolisian daerah (polda) untuk mengevaluasi dugaan penggunaan kekerasan oleh aparat keamanan dalam penanganan aksi demonstrasi di Semarang, Jawa Tengah dan Makassar, Sulawesi Selatan yang terjadi pada Senin, 26 Agustus 2024.
Komnas HAM meminta aparat keamanan untuk tidak menggunakan tindakan kekerasan dalam menjaga keamanan, serta mengedepankan pendekatan yang lebih humanis dan terukur dalam penanganan aksi demonstrasi.
Di sisi lain, Komnas HAM mendesak aparat penegak hukum untuk memberikan hak atas akses bantuan hukum bagi peserta aksi yang diamankan.
“Menghalangi warga untuk mendapatkan akses bantuan hukum berisiko melanggar HAM, yakni hak atas keadilan,” tegas Atnike.
Komnas HAM juga mendorong semua pihak menggunakan hak asasinya untuk berkumpul dan berpendapat secara bertanggung jawab dan menjaga situasi keamanan tetap kondusif.
“Untuk merawat ruang demokrasi bangsa baik saat ini maupun di masa depan,” ujarnya.
Pesan itu disampaikan Komnas HAM dalam merespons aksi demonstrasi yang terjadi di Semarang dan Makassar hingga Senin, 26 Agustus 2024 malam.
Pasalnya Komnas HAM mendapatkan informasi bahwa aparat keamanan menggunakan gas air mata, melakukan penangkapan terhadap peserta aksi, dan diduga melakukan penyapuan (sweeping) hingga masuk ke area publik seperti mal.
Dia mengingatkan bahwa penggunaan kekuatan berlebih hingga kekerasan dalam menangani aksi demonstrasi berisiko melanggar hak asasi.
“Khususnya dalam hal ini pelanggaran terhadap hak atas kebebasan berkumpul secara damai serta hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dijamin konstitusi dan Undang-Undang HAM,” ujarnya. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)