JAKARTA, Lingkar.news – Mahkamah Konstitusi (MK) menjadwalkan pengumuman putusan hasil seluruh proses sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 pada Senin, 22 April 2024.
Sementara per Sabtu, 6 April 2024, MK memulai rapat permusyawaratan hakim (RPH) usai sidang PHPU Pilpres 2024 untuk menentukan putusan dari seluruh proses PHPU.
“Besok (6 April 2024) sudah mulai RPH, terus-menerus itu karena ada PHPU Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 juga,” ujar Hakim MK Enny Nurbaningsih di Gedung MK, Jakarta, Jumat, 5 April 2024 malam.
Dalam RPH PHPU Pilpres 2024, Enny menjelaskan seluruh hakim konstitusi akan menyampaikan pandangan masing-masing terhadap seluruh rangkaian PHPU.
Sri Mulyani Paparkan Anggaran Bansos Kemensos 2024 di Sidang PHPU
Selama RPH berlangsung, ia mempersilakan apabila terdapat pihak yang ingin menyampaikan kesimpulan dalam bagian penanganan PHPU Pilpres 2024. Penyampaian kesimpulan tersebut akan ditunggu oleh MK paling lambat pada 16 April 2024 pukul 16.00 WIB.
Lamanya waktu penyampaian kesimpulan itu, kata Enny, mengingat perlu proses yang panjang dalam menyiapkan kesimpulan bagi setiap pihak serta adanya libur dan cuti bersama Lebaran.
“Walaupun itu libur, tetapi MK tidak libur ya,” ucapnya.
Pakar Tata Negara: Pemanggilan Jokowi dalam Sidang PHPU Tergantung MK
Dia pun memastikan tidak akan ada lagi pemanggilan untuk mendapatkan keterangan PHPU Pilpres 2024, sehingga pemanggilan empat menteri Kabinet Indonesia Maju serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Jumat, 5 April 2024 merupakan sidang PHPU penutup.
Keempat menteri yang dimaksud, yakni Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
Kendati demikian jika terdapat respons terhadap keterangan keempat menteri maupun DKPP, dia menuturkan para pihak bisa menyampaikan-nya pada tahapan penyampaian kesimpulan.
Enny menyebutkan penyampaian kesimpulan bukan merupakan hal yang wajib lantaran tidak ada dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK), namun tahapan tersebut diadakan sesuai keputusan dari RPH.
“Itu tidak memberikan pemberatan kepada para pihak, malah menguntungkan juga buat mereka membuat kesimpulan,” tuturnya. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)