MANOKWARI, Lingkar.news – Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Papua Barat, Patrice Lumumba Sihombing bersama lima orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi suap pengondisian temuan pemeriksaan keuangan pada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sorong, Provinsi Papua Barat Daya.
Usai penetapan tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI kemudian menyegel ruang kerja Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat, di Manokwari, pada Selasa, 14 November 2023.
“Iya benar, ruang kerja pak kepala sudah disegel,” kata seorang pegawai BPK Papua Barat yang enggan disebut namanya itu.
Meski demikian, aktivitas perkantoran tetap berjalan seperti sediakala dan BPK Papua Barat menghargai proses hukum yang dilakukan oleh KPK RI.
Terkait penetapan tersangka, Kepala Sub Bagian (Kasubag) Hukum BPK Papua Barat Vensca enggan berkomentar lebih. Hal ini lantaran BPK memiliki mekanisme internal yang wajib diikuti oleh seluruh pegawai BPK wilayah, apabila mengeluarkan pernyataan yang disiarkan oleh media massa bagi masyarakat.
“BPK RI yang akan keluarkan pernyataan terkait penetapan tersangka kepala perwakilan dan dua orang auditor,” kata Vensca.
Sebelumnya, keenam orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka adalah Penjabat (Pj) Bupati Sorong Yan Piet Mosso (YPM), Kepala BPKAD Kabupaten Sorong Efer Segidifat (ES), Staf BPKAD Kabupaten Sorong Maniel Syatfle (MS), Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat Patrice Lumumba Sihombing (PLS), Kasubaud BPK Provinsi Papua Barat Abu Hanifa (AH), dan Ketua Tim Pemeriksa David Patasaung (DP).
Ketua KPK Firli Bahuri menerangkan, konstruksi perkara dugaan korupsi tersebut berawal saat BPK hendak melakukan pemeriksaan laporan keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat Daya.
Sebagai tindak lanjut, salah satu pimpinan BPK menerbitkan surat tugas untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) yang lingkup pemeriksaannya di luar keuangan dan pemeriksaan kinerja.
Dalam surat tugas tersebut, komposisi personelnya yaitu Patrice Lumumba Sihombing selaku penanggung jawab, Abu Hanifa selaku pengendali teknis, dan David Patasaung selaku ketua tim.
“Mereka ditunjuk melakukan pemeriksaan kepatuhan atas belanja daerah tahun 2022 dan 2023 pada Pemerintah Kabupaten Sorong dan instansi terkait lainnya termasuk Provinsi Papua Barat Daya,” kata Firli Bahuri.
Ia menjelaskan dari hasil temuan pemeriksaan PDTT di Provinsi Papua Barat Daya, khususnya di Kabupaten Sorong, diperoleh beberapa laporan keuangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Atas temuan dimaksud, sekitar Agustus 2023 mulai terjalin rangkaian komunikasi antara ES dan MS sebagai representasi dari YPM, dengan AH dan DP yang juga sebagai representasi dari PLS.
Dalam komunikasi itu direncanakan pemberian sejumlah uang agar temuan dari tim pemeriksa BPK menjadi tidak ada.
Penyerahan uang dilakukan secara bertahap dengan lokasi yang berpindah-pindah, di antaranya di hotel yang ada di Sorong.
Secara bergantian, ES dan MS menyerahkan uang pada AH dan DP. Setiap penyerahan uang pada AH dan DP, selalu dilaporkan ES dan MS pada YPM. Begitu pun dengan AH dan DP juga melaporkan sekaligus menyerahkan uang tersebut pada PLS.
“Istilah yang disepakati dan dipahami untuk penyerahan uang tersebut yaitu titipan,” ujar Firli. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)