JAKARTA, Lingkar.news – Tenaga honorer resmi ditiadakan mulai tahun 2023 mendatang, yang menandakan bahwa semua instansi pemerintah tidak boleh menerima tenaga honorer atau Non ASN lagi.
Penghapusan tenaga honorer sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang disebutkan bahwa pegawai non PNS di instansi pemerintahan dapat melaksanakan tugas paling lama hingga 2023 mendatang.
Selain itu, mengacu pada Undang-Undang (UU) 5/2014 tentang ASN, disebutkan bahwa pegawai ASN terdiri dari PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, tenaga honorer bisa menjadi PNS jika memenuhi beberapa kriteria. Aturan mengenai syarat tenaga honorer yang akan menjadi CPNS terdapat dalam Peraturan Pemerintah (PP) 48/2005. Dalam aturan tersebut, kriteria tenaga honorer yang akan menjadi CPNS, diutamakan yang telah mengabdi paling lama di instansi pemerintah.
Berikut ini syarat usia yang harus dipenuhi tenaga honorer jika ingin menjadi PNS di antaranya maksimal usia 46 tahun dengan masa kerja 20 tahun atau lebih terus menerus, maksimal usia 46 tahun dan punya masa kerja 10-20 tahun secara terus menerus, maksimal usia 40 tahun dan punya masa kerja 5-10 tahun secara terus menerus, dan maksimal usia 35 tahun dan punya masa kerja 1-5 tahun secara terus menerus.
Sementara, Menpan RB ad interim Mahfud MD juga mengatakan bahwa pihaknya telah meminta instansi pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan pemetaan terkait pegawai non ASN yang bisa diikutkan dalam PNS maupun PPPK sesuai peraturan.
Selain itu, pegawai non ASN juga bisa diatur melalui skema alih daya oleh pihak ketiga bagi yang kualifikasinya tidak memenuhi syarat jadi ASN. Oleh karena itu, pemerintah telah sepakat menghapus tenaga honorer.
Terkait solusi tenaga honorer, analis kebijakan di kedeputian kajian inovasi dan manajemen ASN Lembaga Administrasi Negara RI, Fahri Ardiansyah Tamsir mengungkapkan bahwa solusi utama dari persoalan kebijakan ini, perlunya menerapkan beberapa kebijakan transisi sebelum kebijakan ini benar-benar berlaku pada November 2023. Termasuk menimbang sejumlah aspirasi dari berbagai elemen soal pengangkatan tenaga honorer menjadi ASN.
Dilansir dari laman Lembaga Administrasi Negara, Fahri pun menambahkan bahwa untuk test kompetensi juga harus dilakukan sebagaimana yang diamanatkan dalam regulasi. Meskipun akan menimbulkan pro kontra lagi, tapi setidaknya dengan kebijakan transisi akan mereduksi rentetan gejolak yang berpotensi terjadi.
Ia pun mengatakan, perhatian utama sebelum kebijakan berlaku adalah kesadaran bahwa selama ini tenaga honorer telah menjadi salah satu mesin birokrasi. Sehingga, ketiadaan tenaga honorer secara keseluruhan tentu akan mempengaruhi ekosistem kerja birokrasi.
Menurutnya, hal ini karena menihilkan kuantitas tidak menjadi solusi, namun mengalihkan status tenaga honorer bisa menjadi opsi. Meskipun tidak semua tenaga honorer dapat dilibatkan karena mempertimbangkan aspek kompetensi dan syarat tertentu.
Untuk itu, Fahri menyampaikan beberapa langkah di antaranya melakukan pemetaan kualifikasi tenaga honorer berdasarkan fungsi dan tugas, menyusun profiling tenaga honorer berdasarkan masa kerja, pendidikan, dan prestasi serta penentuan bobot untuk honorer fungsional yang memiliki pendidikan relevan dan prestasi kerja yang baik.
Karena menurutnya, jalur dan mekanisme pengangkatan tenaga honorer jelas berbeda dengan jalur masuk CPNS pada umumnya. (Lingkar Network | Lingkar.news)