MAKKAH, Lingkar.news – Seperti kata pepatah, ada gula ada semut. Di mana ada kerumunan orang, pasti banyak pedagang ikut berdatangan. Pepatah ini juga berlaku di tanah suci. Musim Haji benar-benar membawa berkah bagi semua umat manusia. Tak terkecuali para pedagang di tanah suci. Mereka berlomba-lomba untuk menjajakan barang dagangannya.
Ada banyak pedagang, mulai pedagang yang ada di toko besar (mall), hingga pedagang kaki lima dan asongan. Wilayah Jarwal tepatnya di depan Hotel Kiswah merupakan salah satu tempat pusat jamaah haji Indonesia terbanyak. Ada sekitar 25.000 jamaah yang terkonsentrasi di sini. Mereka berasal dari embarkasi SOC Solo, PDG Padang, BPN Balikpapan, dan BDJ Banjarmasin.
Di sekitar Jarwal tidak terdapat supermall atau pusat perbelanjaan yang mewah. Yang ada hanya toko-toko yang tidak terlalu besar, tapi cukup lengkap untuk menyediakan berbagai macam barang.
Ada juga toko yang bertuliskan “Toko Indonesia” yang tentu saja menyediakan berbagai macam kebutuhan orang Indonesia. Sebenarnya yang menarik perhatian adalah adanya kegiatan pasar tumpah. Yaitu berkumpulnya para pedagang asongan atau kaki lima di depan Hotel Kiswah.
Semenjak jam 03.00 dini hari mereka akan menggelar dagangannya di pelataran Hotel Kiswah hingga jalur menuju ke Al Haromain. Itu adalah jalur para pejalan kaki yang akan menuju Masjidil Haram. Yang terbanyak adalah terkonsentrasi di depan Hotel Kiswah di mana di situ juga merupakan tempat pemberhentian bus yang ke arah terminal Syeb Amir.
Sepulang dari salat Subuh, banyak jamaah yang akan terhambat jalannya karena penuhnya pedagang. Namun jamaah tidak merasa terganggu, justru merasa senang. Pedagang-pedagang tersebut kebanyakan menyediakan berbagai kebutuhan atau makanan kecil khas Indonesia.
Pedagang kebanyakan merupakan para mukimin Indonesia yang sudah lama tinggal di Arab Saudi. Tetapi banyak juga pedagang yang berasal dari negara lain, terutama yang berkulit hitam.
Jamaah haji Indonesia bisa dengan mudah menemukan makanan khas Indonesia seperti nasi pecel, es dawet, bubur kacang hijau, aneka gorengan, dan masih banyak lagi yang lain.
Mereka juga bisa berbelanja oleh-oleh mulai dari baju songkok, sorban, aneka aksesoris, sampai kurma yang masih mentah. Yang menarik para pedagang menawarkan dagangan dengan bahasa Indonesia. Walaupun para pedagang tersebut berasal dari negara lain, tetapi rata-rata menguasai bahasa Indonesia.
Para pedagang tersebut juga tidak keberatan jika para pembeli bertransaksi menggunakan uang rupiah. Mereka kadang menawarkan baju-baju maupun songkok dan sorban dengan kalimat, “Ayo-ayo 50.000 Jokowi, 100.000 Jokowi.” Ungkapan tersebut sebagai pengganti sebutan rupiah yang biasa mereka ucapkan.
Kegiatan pasar tumpah tersebut akan berakhir sebelum pukul 07.00 pagi waktu Arab Saudi, karena biasanya pada pukul segitu cuaca sudah mulai panas.
Di samping itu, pada jam-jam tersebut sudah bermunculan petugas patroli yang melarang aktivitas jual beli di halaman hotel. Apalagi terkadang baik penjual maupun pembeli meluber hingga ke jalan raya. Tentu jika siang hari hal itu sangat membahayakan lalu lintas.
“Di sini mudah untuk membeli baju maupun barang-barang dengan harga murah, walaupun tidak bermerek,” ujar seorang ibu jemaah haji dari Jawa Tengah.
Lain lagi seorang bapak yang mengaku tiap hari membeli bubur kacang hijau di sini. “Bubur kacang hijaunya enak, sesuai dengan lidah orang Indonesia karena memang yang menjual adalah orang Indonesia,” ujar bapak tersebut. (Lingkar Network | Ahmad Fahimi – Lingkar.news)