Impor Baju Bekas Ancam Industri Garmen dan UMKM, DPR RI: Tak Semua Layak Pakai

Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel (kiri) saat mengunjungi industri garmen kecil Indonesia pada pameran produk halal di Istanbul, Turki. (Ant/Lingkar.news)

Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel (kiri) saat mengunjungi industri garmen kecil Indonesia pada pameran produk halal di Istanbul, Turki. (Ant/Lingkar.news)

JAKARTA, Lingkar.news – Wakil Ketua DPR-RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel menyayangkan masih terjadi impor pakaian bekas di Indonesia, padahal itu melanggar peraturan dan mengancam keberadaan industri garmen kecil dan rumahan.

“Ini sangat merugikan industri garmen rumahan yang berskala UMKM dan juga tidak ramah lingkungan,” kata Rachmat Gobel melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (12/06).

Pemberitaan media nasional beberapa waktu lalu mengungkapkan masih marak impor pakaian bekas dengan nilai triliunan rupiah, bahkan angkanya terus meningkat sejak 2017. Padahal, kata Rachmat Gobel yang pernah menjadi Menteri Perdagangan pada Kabinet Kerja I Presiden Joko Widodo, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 menyebutkan impor pakaian bekas dilarang dan jika sudah masuk harus dimusnahkan. Hal itu juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Ia mengatakan industri garmen rumahan dan skala UMKM merupakan salah satu pilar kekuatan ekonomi nasional karena banyak menyerap tenaga kerja terutama dari lapisan bawah. Karena itu, ia menilai impor pakaian bekas tidak sesuai dengan konsep Presiden Jokowi yang membangun dari pinggiran dari desa dan dari bawah.

“Impor pakaian bekas tentu bertentangan dengan visi Bapak Presiden dan memperburuk ekonomi di lapis bawah serta melemahkan UMKM,” ujar Rachmat Gobel.

Ia juga menilai pakaian bekas berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan karena di negara asalnya dikategorikan sebagai limbah dan sampah.

“Tak semua pakaian bekas itu bisa layak pakai dan akan menjadi sampah bagi Indonesia,” katanya.

Rachmat Gobel yang juga mantan Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri, Ristek, dan Maritim itu mengatakan membangun industri, khususnya garmen, membutuhkan kreativitas dan intelektual karena harus memahami desain, tren, pasar, manajemen industri, hingga manajemen sumber daya manusia.

“Ini tidak sebanding dengan skill importir pakaian bekas yang hanya membutuhkan koneksi dengan para pemegang kekuasaan dan kekuatan modal saja,” katanya.

Ia menegaskan kemampuan membangun industri sekecil apapun akan memiliki dampak bagi keluarga dan masyarakat sekelilingnya. (Lingkar Network | Lingkar.news)

Exit mobile version