SERANG, Lingkar.news – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten menyetujui usulan mengenai pengelolaan limbah medias atau B3 (bahan beracun dan berbahaya), dan perubahan peraturan daerah tentang perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan.
Usulan tersebut dibahas dalam Rapat Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten, Budi Prajogo, di Serang, Kamis, 11 Juli 2024.
Persetujuan oleh para anggota dewan tersebut menjawab masing-masing usulan tentang pengelolaan limbah medis yang diajukan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi Banten dan Komisi V DPRD setempat atas perubahan peraturan daerah Provinsi Banten nomor 9 tahun 2014.
Ketua Bapemperda DPRD Banten, Yudi Budi Wibowo, berterima kasih atas dukungan seluruh fraksi partai atas dukungan terhadap usulan tersebut.
Ia menyebutkan jumlah bulanan limbah B3 di Provinsi Banten antara 3-4 juta ton per tahun. Sementara, selama ini belum ada pendekatan dan sistem yang terpadu pada pengelolaan limbah B3.
“Kami memiliki harapan yang sama agar Raperda ini mampu mengatasi berbagai kendala dan tantangan dalam pengelolaan limbah di Provinsi Banten. Oleh karena itu, pembentukan Raperda menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa pengelolaan limbah berbahaya dilakukan secara aman, bertanggung jawab dan sesuai dengan peraturan yang berlaku,” terangnya.
Yudi juga mengatakan perubahan tersebut dilakukan untuk memperluas cakupan, memfasilitasi pengelolaan yang terintegrasi, mengakomodasi penanganan risiko yang komprehensif dan meningkatkan efektivitas pengawasan serta penegakan hukum pada pengelolaan limbah.
Selain itu dengan usulan Raperda tersebut, Pemerintah Provinsi Banten memiliki peluang dan kekuatan memanfaatkan peluang dalam pengelolaan limbah B3.
Seperti, membuat sistem limbah yang dapat meningkatkan pendapatan daerah dan mengurangi angka pengangguran.
Selain itu, Ketua Komisi V DPRD Banten, Yeremia Mendrofa, menyampaikan banyak kasus kekerasan yang terjadi di komunitas yang memiliki sistem hukum yang ketat, namun kurang dalam implementasi dan pengawasan.
Oleh karena itu, penegakan hukum harus dimaknai dengan pendidikan dan kesadaran masyarakat yang menyeluruh mengenai hak-hak perempuan dan anak serta dampak negatif dari itu sendiri.
“Dampak kekerasan seksual sangat membebani korban oleh karena itu fenomena ini harus segera dihentikan dengan membuat payung hukum dalam bentuk peraturan daerah,” tuturnya.
Usai usulan tersebut disetujui, nantinya akan diajukan menjadi rancangan peraturan daerah (Raperda) yang akan ditindaklanjuti oleh Gubernur Banten.
Rapat paripurna di DPRD Banten tersebut dihadiri 24 anggota dewan secara daring, dan 24 anggota dewan menghadiri secara luring. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)