Lingkar.news – Wanita yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) tinggi berisiko lebih tinggi untuk mengalami long-COVID-19, ungkap sebuah studi dalam jurnal PLOS Global Public Health.
Long COVID atau dikenal sebagai sindrom pasca-COVID 19 merupakan kondisi saat gejala selama atau setelah infeksi COVID-19 bertahan selama lebih dari 12 minggu setelah didiagnosis. Gejala dapat berkisar dari batuk, kelelahan, dan sesak napas hingga kabut otak, tinitus, dan nyeri dada.
Seperti disiarkan Medical Daily, belum lama ini, para peneliti mensurvei orang-orang di Norfolk, Inggris Timur Inggris yang didiagnosis dengan COVID-19 pada tahun 2020.
Secara total, sekitar 1.487 orang berpartisipasi dalam survei tersebut. Mereka diminta menjawab pertanyaan tentang pra dan kondisi pasca COVID-19 seperti sesak napas, kehilangan indera perasa atau penciuman, dan penggunaan layanan kesehatan terkait dengan long COVID-19.
“Kami ingin mengetahui faktor-faktor apa yang mungkin membuat orang lebih atau kurang rentan untuk mengembangkan COVID jangka panjang,” kata penulis studi Vassilios Vassiliou dari University of East Anglia’s (UEA) Norwich Medical School.
Dari seluruh peserta, sebanyak 774 atau 52,1 persen mengalami long COVID-19. Namun, lebih banyak wanita yang mengalami gejala tersebut dibandingkan pria.
Menurut peneliti, jenis kelamin pria tampak melindungi dari gejala pasca-COVID-19 dibandingkan dengan jenis kelamin wanita dan memiliki indeks massa tubuh lebih tinggi juga dikaitkan dengan risiko lebih tinggi terkena long COVID-19.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) long COVID-19 juga lebih sering diamati pada sebagian pasien COVID-19 parah dan orang yang tidak divaksinasi COVID-19.
Menurut peneliti, temuan dari University of East Anglia telah benar-benar membantu organisasi kesehatan dan perawatan lokal untuk mengidentifikasi pasien lokal yang berisiko terkena COVID-19 lama untuk mendukung mereka dalam perjalanan pemulihan mereka. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)